Sabtu, 16 Januari 2010

Enterpreneurship pada Bidang Sistem Informasi dan Teknologi Informasi

Lima orang pemuda sedang menaiki sebuah perahu karet di sebuah lokasi arung jeram. Masing-masing bersiaga sambi! sekali-sekali mengayunkan dayungnya ke permukaan air. Mereka bekerjasama saling menjaga keseimbangan. Akan tetapi, di sebuah tikungan tiba-tiba arus sungai membanting perahu mereka ke samping sebelah kiri, kemudian mendadak memutar arah ke kanan hampir 360 derajat. Seluruh penumpang terlempar ke sungai. Salah seorang di antara mereka masih sempat menggapai dan berjuang untuk naik kembali ke atas perahu. Sementara keempat yang lainnya tampak terombang ambing, timbul tenggelam dipermainkan derasnya air. Kini hanya tinggal satu orang saja yang berada di perahu, kemudian mereka bertemu kembali diujung jeram, di bagian sungai yang mulai tenang, semuanya saling berpelukan. Mereka kembali menggotong perahu karet tersebut ke arah hulu, mengulangi lagi berperahu di tengah derasnya arus yang telah menghempas mereka sebelumnya.


Jiwa enterpreneur (wirausaha) mirip pendayung di arung jeram.


Dia harus memiliki kesiapan untuk survive menghadapi segala medan. Dia bisa berhasil, terkadang juga gaga!, jatuh terbanting ke dalam sungai. Namun mereka harus kembali, bangkit dan berjuang lalu mendayung kembali. Wirausahawan sejati siap diterjunkan dimana saja, dalam cuaca ekonomi seperti apapun, dalam aturan apapun, dia harus tetap eksis.


Bangsa Indonesia hari ini, dengan jumlah penduduk diatas 220 juta jiwa, tentu sangat berkepentingan mencari format sistem ekonomi yang dapat mengatasi masalah ketenaga kerjaan. Al¬lah Yang Maha Kuasa, telah melimpahkan sumber daya alam mineral seperti minyak, gas, batu bara, emas, tembaga, alu¬minium. Pada sisi lain terbentang tanah perkebunan, sawah dan ladang yang subur makmur. Pantai yang sangat panjang serta beribu kepulauan yang merupakan rumpon raksasa bagi perpindahan ikan-ikan dari samudra Atlantik menuju Pasifik atau sebaliknya. Namun ironisnya angka pengangguran disini justru tinggi.

Belum ada angka pasti, namun ungkapan Menaker misalnya, hampir 30% penduduk Indonesia menganggur, bahkan angka ini mungkin akan lebih besar jika kriteria penganggur disesuaikan dengan standar negara maju.

Lapangan kerja yang tersedia sangat sedikit. Sebagai contoh, tidak semua lulusan Akademi dan Perguruan Tinggi dapat diserap oleh industri maupun perusahaan. Apalagi, jika yang bersangkutan hanyalah tamatan SMU atau SMP maka peluang mendapat pekerjaan semakin ked!. Yang telah bekerja pun harus siap dengan pendapatan rendah, UMR yang ditetapkan pemerintah setempat pada kenyataannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal hidup yang layak. Seringkali, para pegawai atau karyawan suatu perusahaan harus "nyambi" lagi selepas pulang kerja, guna menutupi kebutuhan rumah tangga mereka.

Mestinya relasi antara lembaga pendidikan setingkat SMU atau Perguruan Tinggi dengan industri seharusnya berlangsung harmoni dan sinergis. Oi beberapa negara seperti Jerman dan Jepang, umpamanya hubungan antara lembaga pendidikan dengan perusahaan-perusahan ibarat memasang resluiting baju. Bagian sebelah kirinya adalah lembaga pendidikan, sementara sebelah kanannya industri. Artinya ketika lidah resluiting itu ditarik, sisi kiri dan kanannya saling bertautan. Hampir seluruh tamatan PT maupun Sekolah Menengah mampu diserap oleh lapangan kerja, sehingga menurut data Oepartemen Tenaga Kerja di Jepang misalnya, untuk tahun 2005 angka pengangguran hanya berkisar 3-5 % saja.

Permasalahan SDM

Masalah utama kita, khususnya dalam hal SDM, adalah bahwa rata-rata lulusan Sekolah Menegah maupun tamatan Perguruan Tinggi, tidak berada pada skill yang siap pakai oleh user di perusahaan-perusahaan. Sehingga tidak mengherankan jika cli antara para penganggur di sini, sebagiannya adalah orang-or¬ang terdidik. Hal ini semacam menjadi masalah laten, di mana belum matching-nya kurikulum Sekolah Menengah atau Perguru¬an Tinggi dengan kebutuhan industri maupun perusahaan¬perusahaan lainnya.

Pada sisi lain pengetahuan yang dimiliki para lulusan tidak tepat guna, hal ini kemudian menjadi kendala ketika mereka mencoba terjun langsung untuk membuka usaha ditengah-tengah masyarakat. Banyak di antara mereka diliputi kebingung¬an. Usaha seperti apa yang bisa digagas dan dimulai.

Pola pendidikan konservatif kita tidak menumbuhkan jiwa enterpreneurship (kewirausahawan), yang kreatif dan inovatif siap terjun dan siap pakai. Oari sisi pendidikan keluargapun, masih terlalu besar toleransi orangtua terhadap anaknya. Hampir merata pada keluarga-keluarga Indonesia, pada usia yang telah mencapai diatas 18 tahun, masih tinggal dengan orangtua, belum siap hidup mandiri.

Oleh sebab itu dengan tumbuhnya jiwa enterpreneurship pada SDM negeri ini, khususnya untuk latar belakang penclidikan Sistem lnformasi dan Teknologi lnformasi, akan merangsang gairah kemandirian dalam berusaha. Asumsinya adalah bahwa dengan memperbanyak SDM berkualifikasi kewirausahawan ini, akan menjadi salah satu solusi bagi negara berpenduduk besar seperti Indonesia ini, sehingga mampu mewujudkan kekuatan ekonomi bangsa yang kokoh. Situasi seperti ini secara kumulatif akan berimplikasi positif bagi terciptanya perluasan lapangan kerja serta penurunan angka pengangguran. Hal ini dapat dilakukan secara crash program baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Lantas seperti apa jiwa enterpreneurship itu? Apa bedanya dengan wiraswasta? Mengapa harus ditumbuhkan. Siapa saja yang dapat menjadi seorang enterpreneur yang sukses. Apakah Bill Gates seorang wirausahawan atau wiraswastawan? Bagai-mana seorang enterpreneur bekerja serta bagaimana hasilnya jika diaplikasikan dibidang teknologi informasi dan sistem informasi?

Untuk menjawab beberapa pertanyaan diatas, mungkin dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut.

Enterpreneurship atau kewirausahaan ialah kemampuan menggerakkan orang-orang dan berbagai sumber daya untuk berkreasi, mengembangkan dan menerapkan solusi terhadap berbagai masalah agar dapat memenuhi kebutuhan manusia. Suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan mampu merespon perubahan kebutuhan dan realitas. Jiwa kewirausahaan ini ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk mengambil inisiatif dan bersifat kreatif serta inovatif dalam mengelola manusia dan sumber daya agar

tercapai hasil yang memuaskan. Wirausahawan merupakan agen perubahan ekonomi, sosial maupun politik. lnilah kekhasan seorang wirausahawan, dia memiliki visi pengembangan yang jauh ke depan. Tidak seperti wiraswastawan yang cenderung kurang punya visi dan cenderung bergerak dalam tataran rutinitas, reguler dan agak monoton.

Dari beberapa keriteria seperti diatas, maka jelas bahwa Bill Gates termasuk salah seorang enterpreneur sejati. Dia bukan saja seorang yang kreatif menghasilkan sesuatu yang baru, melainkan dia memiliki visi pengembangan usaha yang lebih jauh. Kreatifitasnya berwujud menjadi sebuah sistem yang memiliki kualitas yang tinggi. Software Microsoft dengan segala atributnya telah mampu memenuhi, paling tidak sampai hari ini, kebutuhan individu, perusahaan bahkan pengelola pemerintahan di banyak negara.

Seorang wirausahawan memiliki mental bagaikan "petarung", bila jatuh maka ia akan siap bangkit kembali. Hal yang penting adalah menyusun langkah-langkah perencanaan yang baik dari sebuah usaha. Mulai dari menuangkan gagasan atau ide-ide usaha yang layak. Kalkulasi kemampuan dan kapasitas yang dimiliki, mengukur realita kekuatan dan kelemahan serta rancangan tim usaha yang kompak.

Visi pendanaan juga merupakan poin penting dalam menyusun langkah-langkah usaha. Dari mana dana awalnya dan bagaimana pengelolaan dana tersebut, perjanjian dengan pihak lain, kesertaan modal dari anggota tim, lantas gambaran prospek keuntungan sekalugus resikonya.

Hubungan enterpreneurship dengan bidang Sistem Informasi dan Teknologi Informasi tentu sangat erat seperti halnya bidang¬bidang usaha yang lainnya. Kita tentu harus benar-benar memahami lingkup Sistem Informasi dan Teknologi Informasi itu sendiri. Kemudian berpikir dan merenungkan, lantas mencoba menuangkan rancangan sebuah usaha. Saat ini perkembangan Sistem Informasi dan Teknologi Informasi sudah merambah hampir ke seluruh bidang, dimana ketergantungan manusia terhadap informasi sangatlah tingginya. Peralatan komunikasi dan informasi hampir dapat kita jumpai disegala ruang kehidupan manusia, siapapun orangnya dan apapun profesinya. Kebutuhan ini juga memasuki bidang-bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan juga keamanan.

Sebagai contoh, seorang Presiden Amerika Serikat, hanya butuh waktu 15 menit dengan membaca se1embar kertas, diselang waktu sarapan paginya, sudah cukup untukmemahami informasi dunia terakhir.

Persoalannya bukan sekedar sehelai kertas yang dibaca, akan tetapi untuk menghasilkan satu halaman "key information" bagi seorang Presiden sebuah negara adi daya, tentu membutuhkan supporting system yang tidak sederhana. Bagaimana pokok-pokok informasi mengenai politik dalam negeri dan luar negeri, situasi terakhir di Irak dan daerah bergolak lainnya. Apa reaksi Ahmadi Nejad terhadap pernyataan Bush kemarin malam. Informasi fluktuasi pasar, nilai dollar Amerika di pasar moneter, ringkasan kebijakan Hu Jin Tao yang melesatkan pertumbuhan ekonomi China, serta polemik PM negeri Tirai Bambu itu dengan Greenspan, sang Gubernur FED. Trend ekonomi Amerika, pertemuan G7 serta reaksi G8. Prediksi melambungnya harga minyak dunia akibat badai Katrina yang melanda kawasan New Orleans.

Mencermati kebutuhan informasi di kalangan pemimpin negara dan para politisi, akan menyiratkan banyak peluang bag! wirausahawan 5istem Informasi dan Teknolog! Informasi. Kita terlalu sering melihat seorang anggota DPR ditertawakan wartawan karena kurang memahami inti persoalan yang sedang disanggahnya, dikarenakan lemahnya sistem informasi yang mendukung kinerja anggota dewan tersebut.

Berapa banyak bidang pekerjaan, di mana informasinya tidak terkelola dengan baik. Di sebuah klinik praktek dokter bersama, data pasien tidak beraturan dalam rak-rak file yang berjejer. Ketika seorang pasien lupa membawa kartu berobat, maka untuk ringkasnya sang petugas akan membuat lagi kartu yang baru. Padahal dengan sebuah rancangan sederhana dari sistem filing dapat memberikan solusi terhadap pengelolaan data pasien tersebut. Untuk selanjutnya sang programmer dapat mengopi "model" 51 ini untuk dipasarkan ke ratusan dokter lain yang juga membuka praktek.

Contoh lain, untuk lingkup sebuah perusahaan besar seperti PLN saja, petugas PLN masih kesulitan untuk mengetahui lokasi kerusakan jaringan tegangan tingg!. Pada kilometer berapa dan ditiang nomor berapa gangguan penghantar terjadi. 5eringkali petugas mereka-reka dan cob a menelurusi jaringan secara manual yang kadang-kadang melintasi hutan, gunung, dan medan yang berat. Suatu rancangan sistem informasi tentu dapat memberikan solusi prakstis terhadap masalah tersebut.

Luas sekali peluang terbentang bagi seseorang yang mau memulai berwirausaha. Hal penting adalah bagaimana kita berpikir jauh kedepan, dan memulainya. Atau bahkan sebenarnya kita sudah punya sebuah usaha yang kelihatannya ked!, namun belum dikelola dengan wawasan enterpreneurship yang handa!. Sehingga sebenarnya perlu dianalisa lebih dalam, apakah usaha tersebut ibarat seekor kelind yang memang tidak mungkin b~rkembang menjadi besar atau sebenarnya ia bagian dari seekor g~jah, yang baru kita lukis bagian ekornya saja.

Salah satu contoh sukses penerapan enterpreneurship pada bidang Sistem Informasi dan Teknologi Informasi adalah India. Pada saat ini industri software India mampu menjadi pesaing bagi "Silicon Valley" di Virginia, khususnya dalam produksi piranti lunak. Beberapa orang keturunan India yang sebelumnya menjadi tenaga expert di Virginia "pulang kampung" dan mencoba membangun rekayasa perangkat lunak. Kini industri perangkat lunak India dengan harga yang kompetitif telah dapat menembus pasar internasional, meskipun sebagiannya masih dikelola seperti halnya home industry.

Kesimpulan

Peluang lapangan kerja bagi SDM dengan kualifikasi Sistem Informasi dan Teknologi Informasi masih sangat luas, karena hampir seluruh bidang kehidupan ini membutuhkan jasa Informasi. Bagi sebagian orang, mungkin merasa sudah cukup menjadi pegawai disuatu perusahaan, memperoleh gaji setiap bulan lalu mendapatkan bonus setiap tahunnya. Akan tetapi bagi yang ingin berkembang dapat membekali diri dengan pengetahuan kewirausahawan. Hal ini akan membangkitkan visi kemandirian untuk berwirausaha, merangsang kreatifitas dan inovasi. Upaya ini sekaligus akan berimplikasi pada perluasan lapangan kerja serta menurunkan angka pengangguran di negeri tercinta ini.

(Orasi Ilmiah oleh: Ir. H. Tifatul Sembiring, Presiden Partai Keadilan Sejahtera )

Sumber : http://pks-jaktim.or.id/artikel/enterpreneurship-pada-bidang-sistem-informasi-dan-teknologi-informasi.htm

Kamis, 07 Januari 2010

Tahun 2010 Subsidi Raskin Di Jawa Barat Mencapai 1,85 Triliun

Pemerintah Pusat menambah dana Rp 1,75 triliun guna menggulirkan program Beras Miskin (raskin) pada 2010. Dana tersebut diambil dari APBNP 2010, nantinya masyarakat miskin menerima 15 kilogram raskin setiap sebulan selama tahun.

Hal tersebut dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam peluncuran program Raskin 2010 di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Rabu (6/1/2010).

Dari keterangan Agung, jumlah beras yang diperoleh penerima manfaat untuk 2010 ini sebelumnya direncanakan turun menjadi 13 kilogram per bulan, per keluarga, selama setahun. Namun, setelah ada sisa anggaran, pemerintah menganggarkan dana untuk mengembalikan jumlah beras sebanyak 15 kilogram.

Dana untuk itu sendiri, kata Agung, diambil dari APBNP 2010. "Februari 2010 sudah mulai diproses," jelasnya.

Ditempat yang sama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima Raskin di Jawa Barat mengalami penurunan dari 2,9 juta tahun 2009 menjadi 2,8 juta pada tahun 2010.

“Hal tersebut mudah-mudahan sebagai penanda peningkatan kesejahteraan rakyat Jawa Barat”, imbuhnya.

Turut hadir dalam acara ini Ketua DPRD Jabar Ir. Irfan Suryanegara, Dirut Perum Bulog Ir. Sutarto Alimoeso, dan tim raskin provinsi dari Jabar, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Kalsel, Kalbar, Kalteng dan Kaltim.

Lebih lanjut Heryawan menegaskan dalam rangka mengawal pelaksanaan Program Raskin Tahun 2010 secara efektif dan efisien kepada RTS di daerah, sesuai dengan enam indikator kinerja program. Pertama tepat sasaran penerima manfaat, kedua tepat jumlah, ketiga tepat harga, ke empat tepat waktu, kelima tepat administrasi dan ke enam tepat kualitas.

Sementara Ketua Tim Koordinasi Raskin Pusat Adang Setiana menjelaskan Propinsi Jawa Barat mendapat subsidi raskin tahun 2010 mencapai Rp 1,85 triliun. Untuk selajutnya, nilai itu akan bertambah, dari semula 13 kg/RTS/bulan menjadi 15 kg/RTS/bulan pada APBN Perubahan.

Sumber : http://pks-jabar.org/pksjabar2007/index.php?page=142