Kamis, 04 Maret 2010

At-Tarbiyah wat Takwin Thariqunaa lit Tamkin

Ayyuhal ikhwah hafidzakumullah…

Puncak jihad siyasi dalam siklus lima tahunan telah kita lalui. Kita telah melihat hasil perjuangan kita dalam bentuk angka, namun nilai sebenarnya ada di sisi Allah SWT. Dan nilai itu tidak tergantung pada hasil akhir, tetapi yang lebih dinilai oleh Allah SWT adalah prosesnya; perjuangan kita, amal kita, jihad kita.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ [التوبة/105]
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,.." (QS. At-Taubah : 105)

Dengan demikian, kader dakwah yang telah beramal dan berjihad dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, bagi mereka pahala di sisi Allah SWT. Sementara bagi kader dakwah yang belum optimal dalam beramal masih ada kesempatan untuk membuktikan komitmennya pada dakwah.

Ikhwati fillah rahimakumullah,

Semakin padatnya aktifitas siyasi tidak boleh membuat kita mengesampingkan tarbiyah dan takwin. Memang setelah kita mengambil keputusan berjuang melalui jalur siyasi, setiap lima tahun tenaga dan dana kita dikuras minimal 4 kali; Pemilu Legislatif, Pemilu Pilpres, Pilkada Provinsi, dan Pilkada Kab/Kota. Belum lagi aktifitas parlemen dan eksekutif yang membutuhkan energi ekstra dan banyak menyedot waktu untuk berkiprah di sana. Itulah konsekeunsi dari Mihwar Muassasi yang kita jalani saat ini, dan ia akan meningkat lagi saat kita nanti memasuki mihwar Dauli. Yang perlu disadari adalah, justru dengan meningkatnya aktifitas siyasi, kita membutuhkan bekal tarbiyah yang lebih besar dan lebih banyak. Justru dengan semakin dekatnya mihwar daulah, kita memerlukan kualitas yang lebih baik dalam tarbiyah.

Lebih dari itu, jalan kita dalam menggapai kemenangan Islam adalah jalan tarbiyah. التربية والتكوين طريقنا للتمكين . Karenanya, Hasan Al-Banna, seorang pelopor kebangkitan umat dan pendiri Ikhwanul Muslimin menegaskan:

فاعلم أن الغرض الأول الذي ترمى إليه جمعيات الإخوان المسلمين (التربية الصحيحة ) : تربية الأمة على النفس الفاضلة والخلق النبيل السامي ، وإيقاظ ذلك الشعور الحي الذي يسوق الأمم إلى الذود على كرامتها والجد في استرداد مجدها وتحمل كل عنت ومشقة في سبيل الوصول إلى الغاية ..
Maka ketahuilah bahwa tujuan pertama yang digariskan oleh Ikhwanul Muslimin adalah tarbiyah shahihah, yakni pembinaan umat untuk mengantarkannya menuju kepribadian yang utama dan mentalitas yang luhur. Pembinaan -untuk membangun jiwa yang dinamis- itu ditegakkan dalam rangka merebut kembali kemuliaan dan kejayaan umat dan untuk memikul beban tanggung jawab di jalan yang mengantarkan kepada tujuan. (Risalah Hal Nahnu Qaumun Amaliyun)

Mengapa? Sebab tarbiyah akan membentuk dua unsur utama yang dibutuhkan dalam menegakkan Dinullah; para dai sebagai basis operasional dan masyarakat sebagai basis pendukung. Kita memerlukan para dai dalam jumlah yang banyak dalam rangka mempelopori perubahan Islami di masyarakat. Namun, tanpa masyarakat yang tersentuh dakwah, proyek itu tidak hanya tidak mendapat dukungan, bisa jadi malah akan ditentang dan dilawan.

Inilah yang tidak disadari oleh beberapa harakah Islam saat mereka menyeru penegakan khilafah tanpa melihat kesiapan masyarakatnya. Begitu seruan ini dimulai, masyarakat segera membuat tembok penghalang misi itu dan seketika menjadi lawan dakwah itu. Khilafah memang seketika didengar, tapi oleh telinga yang panas. Khilafah memang dikenal, tetapi dikenal sebagai sesuatu yang menakutkan dan angker. Akibatnya, kegagalan dakwah begitu banyak memenuhi lembar sejarah.

Pengalaman kita beberapa tahun terakhir juga mengajarkan hal yang sama. Meskipun suatu daerah telah dimenangkan oleh partai dakwah dan Kepala Daerahnya juga seorang ikhwah, tidak otomatis masyarakat mendukung pelaksanaan perda-perda Islami. Masyarakat masih belum siap untuk bersama-sama menegakkan Dinul Islam.

Tarbiyah dan Kader Dakwah
Saudaraku,
Bukankah tujuan kita dalam jamaah dakwah ini adalah dalam rangka bersama-sama menegakkan kalimat Allah? Tujuan yang sama dengan apa yang telah dilakukan oleh para sahabat dan salafus shalih serta para mujahidin fii sabiilillah,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ [الأنفال/39]
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah (QS. Al-Anfal : 39)

Tujuan yang mulia ini tidak bisa terealisir kecuali ia dimulai dari orang-orang yang telah menyatu dengan tujuan itu. Dan bagaimana mungkin seseorang mengumumkan sebuah tujuan dan mengajak manusia menempuh jalan ke sana sementara ia tidak berada di jalan yang sama? Mengapa orang-orang Arab berbondong-bondong mengikuti Rasulullah SAW adalah karena mereka melihat kebenaran Islam dan melihat dengan mata kepala mereka sendiri keteguhan Rasulullah SAW dan para shahabatnya dalam menapaki jalan Islam. Sekali saja manusia melihat ketidakkonsistenan pada penyeru dakwah, mereka akan ragu dan mempertanyakan kebenaran dakwah.

Mereka yang istiqamah menjadi pengemban dakwah di masa Rasulullah SAW itu adalah mereka yang telah ditarbiyah Rasulullah SAW. Semakin intensif tarbiyah itu, semakin tinggi kualitas mereka. Maka sejarah mencatat, para assabiquunal awwaluun adalah orang-orang terbaik, dan dari merekalah lahir pemimpin-pemimpin umat. Semua khulafaurrasyidin adalah produk tarbiyah fase Makkah. Sahabat-sahabat yang mengikuti tarbiyah sejak di rumah Arqam bin Abi Arqam telah menjadi penggerak-penggerak utama dakwah. Semakin intensif tarbiyah itu, semakin tinggi kualitas mereka. Namun, intensifitas tidak sama dengan lamanya masa tarbiyah.

Tarbiyah adalah jalan kita dalam meraih kemenangan. Maka, sesibuk apapun kita dalam amal siyasi, tidak boleh membuat kita me-nomor dua-kan amal tarbawi. Saat kita melanggar prinsip ini, akan terjadi musykilah yang membuat kita semakin jauh dari kemenangan dakwah. Inilah yang terjadi saat kader dakwah sibuk dengan aktifitas-aktifitas politik, lalu ia mulai terlambah datang saat halaqah. Kemudian ia mulai tidak hadir dalam halaqah, sering absen. Perlahan-lahan, nuansa rabbani dalam dirinya akan hilang. Kegersangan ruhani mulai dirasakan. Futur pun melanda.

Bagaimana mungkin kita bisa menggapai kemenangan, jika kita tidak memenuhi syarat-syaratnya. Dan diantara syarat terpenting adalah tersedianya kader-kader rabbani dalam jumlah yang masif.

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ [آل عمران/146]
Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut nya yang rabbani. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran : 146)

Maka, selepas Ramadhan ini kita perlu meningkatkan intensifitas kita pada amal tarbawi. Kita maknai bulan syawal yang berarti peningkatan ini dengan peningkatan kualitas aktifitas tarbawi kita. Wasailut tarbiyah (sarana-sarana tarbiyah) yang ada hendaklah dioptimalkan dan dipenuhi secara seimbang.

Halaqah
Halaqah sebagai sarana utama tarbiyah tidak boleh dilewatkan oleh seorang ikhwah, sesibuk apapun dia. Tanpa udzur syar'i, sakit misalnya, jangan coba-coba absen dari forum liqa' yang menjadi inti tarbiyah ini. Kedisiplinan mengikuti halaqah menjadi tolak ukur loyalitas kader pada dakwah. Dan, keseriusannya dalam halaqah menjadi bukti komitmennya pada dakwah.

Ikhwah yang benar tidak hanya selalu datang tepat waktu dalam halaqah. Tetapi ia juga telah menyiapkan diri dan memiliki bekal berupa pengamalan madah tarbiyah sebelumnya dan bersiap dengan madah tarbiyah selanjutnya. Ia juga sudah siap dengan seluruh barnamaij yang disepakati grupnya. Grup halaqah yang benar tentu memiliki barnamaij yang baik. Jangan sampai halaqah hanya sekedar berkumpul, bertemu, lalu membahas kondisi politik, setelah itu bubar. Tidak ada nilai ruhiyah. Malah menambah masalah. Bukan seperti itu.

Tilawah harus diperbaiki dalam halaqah, selain dalam forum lain yang lebih intensif. Materi tarbiyah yang diberikan Murabbi haruslah mengacu pada kurikulum tarbiyah, sehingga ia memiliki nuansa rabbani dan seimbang dalam memenuhi kapasitas yang hendak dibangun dalam tarbiyah. Taujih yang diberikan murabbi maupun yang disampaikan semua anggota grup diharapkan menjadi tazkiyah, sehingga selesai halaqah, ruhani mendapatkan apa yang dirindukannya; berupa ketenangan dan kesejukan jiwa. Pun, dengan mutabaah yang menjadi alat kontrol kualitas kita. Ia bukan buku yang harus ditakuti dan menjadi beban. Bersyukurlah. Dengan adanya mutabaah kita lebih stabil dan terjaga.

Mabit
Inilah sarana mensucikan jiwa kita. Inilah sarana tarbiyah ruhiyah yang sangat efektif untuk meng-up grade taqarrub kita kepada Allah SWT. Materi ruhiyah atau tazkiyatun nafs, qiyamullail, dzikir dan muhasabah dalam mabit ini sangat diperlukan oleh kader dakwah dalam rangka menuju kader-kader yang rabbani. Dalam kondisi normal, kita memerlukan mabit satu bulan sekali. Sungguh miris mendengar ungkapan kader dakwah yang merasa terbebani dengan aktifitas tarbawi seraya mengatakan (meskipun sambil bergurau): "Liqa' liqo'.... mobat mabit..."

Kita terlupakan tentang keberuntungan yang akan Allah anugerahkan kepada orang yang mensucikan jiwanya.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10) [الشمس/9، 10]
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams : 9-10)

Daurah
Sarana tarbiyah lainnya yang sangat penting adalah daurah. Kurikulum tarbiyah kita telah menentukan materi-materi yang perlu disampaikan melalui halaqah dan mana yang perlu disampaikan melalui daurah. Subhaanallah, kerja keras masayikh kita dalam merancang kurikulum dan madah tarbiyah adalah pekerjaan besar yang luar biasa. Kita tinggal menikmati, seraya mendoakan mereka. Semoga Allah memberikan pahala yang mengalir tiada terputus bagi mereka.

Daurah juga diperlukan untuk melakukan akselerasi tsaqafah kader dakwah. Jangan sampai kader dakwah tidak memahami Islam secara komperehensif. Jangan sampai kader dakwah tidak memiliki ilmu dasar tentang Al-Qur'an dan Sunnah. Jangan sampai kader dakwah tidak mengerti sirah nabawiyah, yang dari sana kita banyak mengambil fiqih dakwah. Dan jangan sampai kader dakwah tidak memahami fikrah dakwah jamaah ini. Itu semua bisa di-akselerasi melalui daurah.

Masih banyak wasailut tarbiyah seperti mukhayam, rihlah, dan lain-lain. Kiranya tiga sarana tarbiyah di atas menjadi perhatian utama kita dalam menyiapkan diri menjadi kader-kader dakwah.

Mentarbiyah Masyarakat
Sekarang ini banyak orang yang bergabung pasca pemilu. Mereka adalah simpatisan-simpatisan yang ingin memperdalam Islam dan mendapatkan bekal ruhiyah. Atau mereka yang mulai tersentuh dakwah dan memiliki azzam untuk berkontribusi dalam dakwah. Struktur dakwah yang ada, khususnya elemen tarbiyah, baik eleman tarbiyah daerah, elemen tarbiyah cabang, maupun elemen tarbiyah ranting hendaknya tanggap dengan hal ini dan bersegera menjemput mereka dan memasukkanyya dalam dakwah khas, masuk dalam lingkaran tarbiyah kader.

Adapun masyarakat secara umum, kita perlu memberikan tarbiyah dalam bentuknya yang umum. Di sinilah pentingnya kader menjalankan fungsinya sebagai dai. Dan kita membutuhkan jumlah yang sangat besar. Banyak daerah yang masyarakatnya membutuhkan mubaligh untuk memberikan taklim, mengajarkan Islam kepada mereka. Tetapi, ketersediaan kader dalam kapasitas seperti itu masih terbatas. Terlebih, setelah banyaknya Ustadz-ustadz kita yang mendapatkan amanah jabatan publik.

Bukan berarti kita berpikir secara salah bahwa para Ustadz harus ditarik lagi ke barak, agar kembali mengisi taklim-taklim, pengajian-pengajian, tabligh-tabligh, dan sebagainya. Mereka sudah tepat ada di jabatan publik sebab mereka orang-orang yang memiliki pemaham agama yang mumpuni. Bukankah pada masa Rasulullah, khulafaur rasyidin, bahkan kekhilafahan berikutnya para pemegang jabatan adalah orang-orang terbaik dalam agama?

Yang harus kita pikir dan lakukan adalah mencetak ustadz-ustdaz baru yang siap menggantikan mereka dalam mendakwahi umat secara massal seperti taklim dan tabligh. Sambil, dengan tenaga yang tersedia saat ini kita optimalkan untuk berinteraksi dengan masyarakat dan mendakwahi mereka. Kita membutuhkan masyarakat yang terwarnai dengan dakwah sama seperti kita membutuhkan suara dalam pemilu, bahkan lebih urgen lagi. Mengapa? Karena itulah sasaran dakwah ini. Mengubah masyarakat menjadi islami. Ishlahul mujtama'. Dan, hanya dengan adanya masyarakat yang mendukung program dakwah kita, kita bisa meraih kemenangan dalam mihwar muassasi ini, lalu memasuki mihwar dauli, dan menegakkan dinullah di muka bumi.

Wallaahu a’lam. [sumber: E-Book Taujih Pekanan Menuju Mihwar Dauli]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar