|   
"Saya tertarik dengan apa yang diungkapkan Pak Jokowi (Walikota Solo). Satpol PP di Solo itu menyelesaikan masalah tanpa masalah. Karena Satpol PP Solo selalu mengedepankan pendekatan yang manusiawi dan kultural," tutur mantan Presiden PKS kepada VIVAnews di Solo, Sabtu 17 April 2010.
Hidayat berpendapat agar daerah lain meniru Satpol PP di Solo. Seluruh kepala daerah tidak bisa langsung melihat hasilnya. "Tidak langsung bisa menyakinkan Satpol PP tetapi ada prosesnya seperti bagaimana mengubah paradigma, meyakinkan, kemudian bagaimana cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Proses itu semua memang harus dilalui," katanya.
Sebab itu, menurut Wahid, yang perlu dihadirkan bukanlah kemudian memberikan senjata pentungan dan tameng. "Pakaian juga tidak harus seperti polisi dengan senjata tameng dan pentungan," katanya.
Satpol PP Solo memang terkenal simpatik dan dianggap berhasil melakukan relokasi hunian yang cukup sensitif seperti hunian bantaran Bengawan Solo dan ribuan pedagang di pasar tradisional Banjarsari.
Relokasi berlangsung cukup meriah dan dilakukan dengan cara unik, pawai tradisional. Bahkan tak terhitung, Satpol PP Solo menerima studi banding dari daerah lain.
Sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/144845-hidayat_nur_wahid_kepincut_satpol_pp_solo
 RSS Feed (xml)





                                         
Lima orang pemuda sedang menaiki sebuah perahu  karet di sebuah lokasi arung jeram. Masing-masing bersiaga sambi!  sekali-sekali mengayunkan dayungnya ke permukaan air. Mereka bekerjasama  saling menjaga keseimbangan. Akan tetapi, di sebuah tikungan tiba-tiba  arus sungai membanting perahu mereka ke samping sebelah kiri, kemudian  mendadak memutar arah ke kanan hampir 360 derajat. Seluruh penumpang  terlempar ke sungai. Salah seorang di antara mereka masih sempat  menggapai dan berjuang untuk naik kembali ke atas perahu. Sementara  keempat yang lainnya tampak terombang ambing, timbul tenggelam  dipermainkan derasnya air. Kini hanya tinggal satu orang saja yang  berada di perahu, kemudian mereka bertemu kembali diujung jeram, di  bagian sungai yang mulai tenang, semuanya saling berpelukan. Mereka  kembali menggotong perahu karet tersebut ke arah hulu, mengulangi lagi  berperahu di tengah derasnya arus yang telah menghempas mereka  sebelumnya.