Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 06 Oktober 2009

Ribut 'Ruwet' Ketua MPR Baru

Vina Nurul Iklima & Anton Aliabbas
Taufiq Kiemas
(inilah.com /Raya Abdullah)


INILAH.COM, Jakarta - Meski Taufiq Kiemas sudah resmi dilantik sebagai Ketua MPR, tidak lantas kekisruhan DPD versus DPR selesai. Kini DPD menyiapkan perlawanan termasuk mendongkel Ahmad Farhan Hamid dari kursi Wakil Ketua MPR. Upaya perjuangan sia-sia?


Komposisi pimpinan MPR, setelah melalui perdebatan alot dan terkesan 'memaksakan', akhirnya ketuk palu. 4 Wakil dari DPR ditambah 1 dari DPD yang akhirnya diamini Rapat Paripurna MPR. Taufiq terpilih sebagai Ketua MPR dengan didampingi wakil ketua Melani Leimena Suharli (Partai Demokrat), Hajriyanto Y Tohari (Partai Golkar), Lukman Hakim Saifuddin (PPP) dan Ahmad Farhan Hamid (DPD).


DPD yang hadir dalam rapat tersebut pun hanya tercatat 25 dari total 132 anggota. Pimpinan MPR sementara dari DPD, Irman Gusman tidak hadir dalam perhelatan ini. Sementara sisanya menegaskan tidak hadir sebagai bentuk penolakan terhadap usul ngotot DPR. Sedari awal, DPD teguh yang ide komposisi 3 pimpinan dari DPR dan 2 dari DPD.

Tapi perlawanan tidak berhenti begitu saja. DPD gusar dengan majunya Farhan sebagai Wakil Pimpinan MPR dari DPD. Alasannya, politisi PAN itu bukan utusan resmi DPD.

"Farhan Hamid nyelonong sendiri. Etikanya sangat rendah. Dia tidak diusung DPD. Ia maju sendiri. Kalau tidak mau malu, lebih baik mundur," kata Wakil Ketua DPD La Ode Ida.

Bila komposisi 2 pimpinan MPR dari DPD lolos, Farhan memang tidak masuk dalam hitungan. DPD sudah memutuskan yang akan duduk menjadi pimpinan adalah Aksa Mahmud (Sulsel) dan Djan Farid (DKI Jakarta). Karena itu, La Ode berpendapat Farhan sudah melanggar etika kelembagaan.

"Namanya saja tidak ada dalam usulan DPD menjadi pimpinan MPR. Hembusan angin pun tak dengar. Saya kaget luar biasa tiba-tiba nama dia muncul," cetus La Ode.

Keluhan serupa juga dilontarkan Ketua DPD Irman Gusman. Baginya, Farhan telah melanggar Kode Etik Tatib. Karena itu, pihaknya akan membahas secara khusus mengenai hal ini.

"Sangat disayangkan sekali, ia mempertontonkan sikap tidak terpuji. Kita akan membentuk tim hukum untuk memproses ini, kita akan tunggu," tegas Irman.

Farhan Hamid sendiri tidak mau ambil pusing dengan tuntutan mundur. Menurutnya, kehadiran dalam sidang paripurna pemilihan dan pelantikan pimpinan MPR pada 3 September lalu adalah sebagai anggota MPR.

"Dalam mekanisme pemilihan MPR. Itu sudah diketok palu berdasarkan paket. Yang mencerminian adanya unsur anggota DPR dan anggota DPD. Itu normanya. Jadi ini legal, formal, dan dilaksanakan dengan baik," dalilnya.

Ia menambahkan seharusnya anggota DPD yang lain menghormati mekanisme Tatib lembaga DPR, MPR, dan DPD. "Kalau ada langkah-langkah yang diambil, itu adalah hak mereka (DPD). Apakah itu langkah hukum, atau politik. Yang penting jangan melibatkan pihak di luar kelembagaan. Seakan-akan ada intervensi," ketus Farhan.

Tapi DPR bergeming. Ketua MPR Taufiq Kiemas menilai penetapan Farhan sudah sesuai aturan. Sehingga, masalah tersebut sudah tidak perlu dibahas lebih lanjut. "Semua sudah sesuai aturan, jadi seharusnya tidak ada masalah," kata Taufiq.

Menyoal ketidakhadiran Irman dalam rapat paripurna MPR, politisi senior PDIP itu mengaku sudah bertemu secara pribadi. "Semua sudah diselesaikan dengan baik," ungkap Taufiq.

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin pun berharap DPD tidak lagi mempersoalkan penetapan pimpinan MPR dan berjiwa besar. Sebab, secara prosedural, ia menilai tidak ada yang dilanggar dalam rapat tersebut. Tetapi, bila DPD ingin memproses kedudukan Farhan, Lukman mengatakan hal tersebut hak DPD.

"Hak DPD untuk melaksanakan itu. Itu sebenarnya persoalan DPD, tapi soal pimpinan MPR ya itu layak diteruskan," tandas mantan Ketua FPPP DPR ini.

Problematika politik seputar pimpinan MPR ini memang terbilang rumit. Sebab, Pasal 14 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD tidak mengharuskan komposisi baku pimpinan MPR. Meskipun sebenarnya pasal ini merupakan buah 'protes' DPD yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Posisi politik DPD pun juga terbilang lemah dari segi kuantitas. Alasannya, pimpinan MPR itu diamini 8 fraksi DPR plus 25 anggota DPD. Hanya 1 fraksi abstain yakni PKS. Itupun kini PKS sudah menyatakan siap mendukung kerja pimpinan MPR baru.

Belum lagi, dalam pelantikan tersebut juga dihadiri Kepala Negara yang notabene Presiden terpilih 2009-2014, SBY. Kehadiran SBY itu dengan mudah tentu bisa diartikan sebagai bentuk dukungan sekaligus sikap politik Kepala Negara yang menghargai proses di MPR.

Bagi DPD, tentu ini pilihan dilematis. Di satu sisi, mereka sedang mempertahankan 'kehormatannya' sebagai lembaga tinggi negara yang sejajar dengan DPR. Tetapi, di sisi lain, bila mereka ngotot menyoalkan keputusan ini bukan tidak mungkin akan menuai cibiran publik. Terlebih saat ini beberapa wilayah di Indonesia sedang tertimpa bencana dan perhelatan Sidang MPR lalu sudah menghabiskan dana miliaran rupiah.

Bagaimana sikap DPD selanjutnya? Kita tunggu saja. [ton]

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/10/05/163848/ribut-ruwet-ketua-mpr-baru/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar