Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 31 Agustus 2009

Urgensi Syahadat (3)


Hakikat Dakwah Rasul (Haqiiqat Da’wah Ar-Rasuul)

Setiap nabi dan rasul senantiasa menyeru kepada pemurnian tauhid. Mereka mengajak manusia hanya menyembah kepada Allah dengan mengingkari taghut. Nabi SAW diutus oleh Allah untuk menjadi dai yang mengajak manusia kepada tauhid.
Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (45) وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا (46) [الأحزاب/45، 46]
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi dai (penyeru) kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi (QS. Al-Ahzab : 45-46).


Salah satu misi kerasulan sebagaimana informasi ayat di atas adalah sebagai dai yang menyeru ke jalan Allah (da’iyat ilallah). Dakwah hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah kepada Allah semata, sebagaimana Allah SWT berfirman,
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ [الحج/67]
Bagi tiap-tiap umat Kami telah tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini, dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya, kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj : 67)

Ayat di atas menggunakan kata kerja perintah (fi’il amr) “wad’u ilaa rabbika, serulah kepada tuhanmu.” Tujuan utama dakwah telah ditetapkan dengan tegas oleh Allah dengan rumusan Ilallah atau ilaa rabbika.

Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman,
وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [القصص/87]
…dan serulah mereka kepada Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik (QS. Al-Qashash : 87)

Perintah berdakwah mengajak manusia ilaa rabbika, kepada Tuhanmu, dikaitkan langsung dengan larangan syirik. Hal ini semakin memperjelas rumusan tujuan utama dalam dakwah, yakni semata-mata mengajak manusia kepada Allah tanpa mempersekutukan dengan sesuatu apapun.

Allah juga berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآَبِ [الرعد/36]
…katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali” (QS. Ar-Ra’du : 36)

Ilaihi ad’u (kepada-Nya sajalah aku menyeru manusia) dan wailaihi ma’aab (kepada-Nya aku kembali). Proses dakwah harus senantiasa terjaga autentisitasnya, menyeru kepada Allah, dan berpaling dari selain Allah. Pada bagian lain, Allah menggambarkan tujuan utama dakwah sebagai ilaa sabiili rabbika, sebagaimana firman—Nya,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ [النحل/125]
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik… (QS. An-Nahl : 125)

Menyeru manusia menuju kepada jalan Tuhan, bukan jalan-jalan yang lain, sebab hanya jalan Allah yang lurus. Allah menghendaki umat dibawa menuju jalan yang satu, jalan Allah, jalan ketuhanan, yang akan menyelamatkan manusia.

Tujuan dakwah yang dilakukan oleh setiap utusan Allah dari zaman ke zaman senantiasa sama, yakni mengajak manusia kepada Allah, tak ada tujuan yang lain. Mereka mengajak umatnya, agar menyembah hanya kepada Allah dan menjauhi tuhan sesembahan selain Allah.

Nabi Nuh a.s. mengajak umatnya menyembah Allah,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ [الأعراف/59]
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain-Nya…” (QS. Al-A’raf : 59)

Demikian pula Nabi Hud a.s., beliau menyeru umatnya menuju tauhid, sebagaimana firman Allah SWT,
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ [هود/50]
Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain Dia…” (QS. Hud : 50)

Nabi Shaleh a.s. mengajak kaum Tsamud menyembah kepada Allah semata dengan meninggalkan sesembahan selain-Nya (QS. Al-A’raf : 73). Nabi Syuaib menyerukan hal yang serupa kepada penduduk Madyan (QS. Al-A’raf : 85). Pendek kata, seluruh rasul telah diberikan misi yang sama kepada umatnya masing-masing, sebagaimana telah difirmankan Allah SWT,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ [النحل/36]
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah taghut itu”… (QS. An-Nahl : 36)

Dengan demikian, seluruh aktifitas dakwah dari masa ke masa hingga akhir zaman tiba, telah disatukan oleh kesatuan tujuan utama, yaitu mengajak manusia kepada Allah dengan menyembah-Nya tanpa mempersekutukan dengan ilah-ilah yang lain.

Beberapa Keutamaan Besar yang Lain (Lahaa Fadhaa’il ‘Azhiimah Ukhra)

Terdapat sejumlah keutamaan yang amat mendasar pada kalimat syahadat yang diikrarkan setiap Muslim, selain yang disebutkan sebagiannya di muka. Diantara keutamaan yang fundamental pada kalimat syahadat ini adalah sebagai berikut:

Memberikan Kejelasan Identitas (I’tha’ Wudhuuh Al-Hawiyyah)
Seseorang yang telah mengikrarkan syahadat akan memiliki identitas dan karakter diri yang jelas dan kukuh. Ia menjadi pribadi yang spesifik (mutamayiz) dan segera terbedakan dengan yang lain. Seseorang yang berikrar syahadat akan tercelup dalam warna ketuhanan dan kenabian dalam segala aktifitas hidupnya.

Keimanan yang diikrarkan dengan kalimat syahadat akan membuahkan karakter diri, sebagaimana manusia dengan beraneka ragam ideologinya akan memiliki batas-batas identitas yang jelas dan membedakan mereka dari yang lain. Seseorang yang terwarnai oleh ideologi kapitalisme akan melahirkan pandangan, sikap hidup, dan tingkah laku yang sesuai dengan prinsip kebendaan. Demikian pula jika seseorang terwarnai oleh ideologi sosialisme atau komunisme, akan melahirkan pandangan, sikap hidup, dan tingkah laku yang khas sesuai tuntutan ideologi tersebut.

Kalimat syahadat melahirkan pandangan, sikap hidup dan perilaku yang rabbani. Cara berpikir, sudut pandang, cara merasakan, cara menikmati, sampai pada hal-hal praktis aplikatif dalam kehidupan, seperti: perkataan, perbuatan, penampilan, dan selera, akan terwarnai dalam keimanan kepada Allah. Inilah identitas yang sangat jelas dan kuat pada setiap orang yang mengikrarkan syahadat.

Mendatangkan Kebahagiaan Hakiki (I’tha’ haqiqah As-Surur)
Kalimat syahadat akan memberikan kebahagiaan hakiki kepada setiap orang yang mengikrarkannya. Kebahagiaan adalah masalah hati dan cara merasakan kehidupan. Tanpa dibimbing oleh iman yang terungkap dalam ikrar syahadat, seseorang akan cenderung memiliki hati yang tidak mengenal batas kebutuhan, perasaannya serba tidak puas dengan segala yang dimiliki, serta merasa serba kurang dengan berbagai kelimpahan harta dan sarana yang ada.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada kebahagiaan dan kenikmatan sempurna bagi hati, kecuali dalam mencintai Allah (mahabbatullah) dan taqarub kepada Allah dengan hal-hal yang dicintai-Nya. Mahabatullah tidak mungkin terwujud, kecuali dengan berpaling dari yang dicintai selain-Nya. Inilah hakikat laa ilaaha ilallah. Ia adalah agama Ibrahim Al-Khalil, juga agama semua nabi dan rasul.”

Demikianlah, kebahagiaan hakiki menjadi milik orang berikrar syahadat, karena mereka telah memilih jalan yang benar.

Rasulullah bersabda,
اسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه
Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha ilallah secara tulus ikhlas dari hatinya (HR. Bukhari)

Mengantarkan Umat Menuju Kemenangan (Qiyaadah Al-Ummah Nahwa An-Nashr)
Jika kita tengok sejarah kenabian, faktor apakah yang menyebabkan kaum Muslimin generasi pertama mencapai kemenangan dakwah? Sejumlah faktor bisa kita kemukakan, diantaranya soliditas umat Islam, kepemimpinan yang tangguh, ketaatan dan loyalitas kepada pimpinan, semangat juang yang tinggi, semangat pengorbanan dan kekuatan tekad. Akan tetapi, landasan apakah yang mengantarkan kaum muslimin generasi awal memiliki sikap-sikap seperti itu?

Tidak ada jawaban lain, kecuali pengaruh kalimat syahadat dalam jiwa mereka. Ikrar setia kepada Allah dan Rasulullah SAW telah membuat mereka merelakan segala yang dimiliki untuk diberikan hanya kepada Allah. Harta, tenaga, waktu, bahkan jiwa telah mereka serahkan sepenuhnya untuk Allah. Lihatlah ketangguhan dan kegigihan para sahabat dalam memperjuangkan kebenaran Islam! Tanpa ragu, mereka melakukan pembelaan terhadap kebenaran hingga kematian menjemput mereka.

Sebaliknya, jika umat Islam tidak lagi memegangi kalimat syahadat yang terjadi adalah kehinaan menimpa mereka. Musuh-musuh akan bergembira melihat kelemahan kaum Muslimin. Terjadilah degradasi moral dan kerusakan akhlak, dalam berbagai segi kehidupan, sehingga tidak ada lagi komitmen terhadap Allah dan rasul-Nya. Dalam kondisi inilah kaum Muslimin senantiasa mencapai titik puncak kehancuran dan kelemahannya.

Mengantarkan Orang ke Surga (Qiyaadah Al-Insaan nahwa Al-Jannah)
Rasulullah SAW dalam banyak keterangan memberikan kabar tentang keutamaan kalimat syahadat. Orang-orang yang berikrar syadahat, akan mencapai surga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة
Barangsiapa meninggal sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, ia masuk surga. (HR. Muslim)

Abu Hurairah bercerita, bahwa Rasul SAW bersabda,
أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله لا يلقي الله بهما عبد غير شاك فيهما إلا دخل الجنة
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selai Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu Allah dengan kedua kalimat itu dan tidak ragu-ragu dengan keduanya, kecuali masuk surga (HR. Muslim)

Demikian juga Nabi SAW bersabda,
فمن لقيت من وراء هذا الحائط يشهد أن لا إله إلا الله مستيقنا بها قلبه فبشره بالجنة
Maka Siapa saja yang engkau temui di balik tembok ini, akan bersaksi bahwa tiada tuhan yang disembah selain Allah dengan keyakinan hati, sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga (HR. Muslim).

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan sedemikian besar keutamaan kalimat syahadat.

dari blog : http://muchlisin.blogspot.com/2009/05/urgensi-syahadat-3.html [sumber: Buku Seri Materi Tarbiyah; Syahadat dan Makrifatullah]


Urgensi Syahadat (2)

Landasan Perubahan (Asas Al-inqilab)

Bagi umat manusia yang semenjak awal hidupnya telah dituntun oleh syahadat dan dibimbing Islam, syahadat merupakan tonggak dan memandu jalan. Namun bagi umat manusia yang telah tersesat jalan, syahadat adalah prinsip yang menjadi titik tolak perubahan, baik secara individual maupun kolektif, menuju kehidupan yang sesungguhnya dikehendaki oleh sang Khaliq.

Syahadat mengubah manusia secara total, karena terdapat prinsip dasar yang mengubah cara pandang manusia akan hakikat diri, alam semesta, dan tuhannya. Ibaratnya, syahadat membuat orang kafir kembali dilahirkan untuk kedua kali, karena ia mendapati kehidupannya yang sama sekali baru. Masyarakat jahiliyah yang telah sedemikian pekat kesesatan mereka, berhasil diubah oleh Nabi SAW dengan syahadat ini, baik orang per orang maupun masyarakat secara umum.


Perubahan Individual

Dalam konteks individual, bisa kita saksikan perubahan total yang terjadi pada masing-masing pribadi sahabat Nabi SAW. Umar bin Khattab yang selama masa jahiliyahnya begitu banyak melakukan kejahatan, setelah mengikrarkan kalimat syahadat, akhirnya berubah menjadi seorang Umar yang salih dan pembela kebenaran Islam. Sebelum Islam, Umar hanya dikenal sebagai jawara gulat yang selalu menjadi bintang di pasar Ukazh. Ia juga pembunuh salah satu anak perempuannya, pemabuk, pembenci Rasulullah dan para pengikutnya, hingga dikisahkan bahwa kejahatannya seorang diri lebih menakutkan dibanding kejahatan kaum Quraisy seluruh Makkah. Setelah beliau bersyahadat, lahirlah Umar dengan sosok yang dulu namun dengan kepribadian dan cara pandang yang berubah total.

Setelah bersyahadat, ia merupakan pembela Islam yang amat tangguh, pengasih sesama Muslim, pembeda antara yang hak dan yang batil, hingga mendapatkan julukan Al-Faruq. Ia merupakan manusia yang karena keimanannya yang teguh ditakuti bukan saja oleh orang kafir, bahkan setan pun lebih memilih jalan lain jika berpapasan dengan Umar. Ia juga yang didoakan Rasulullah agar masuk Islam, karena padanya terdapat kekuatan yang berarti bagi dakwah. Akhirnya, manusia yang sejarah masa lalunya penuh dengan cerita kelam itu, dengan syahadat bahkan akhirnya menjadi khalifah, amirul mukminin, di mana posisi itu tidak diberikan kepada semua orang.

Umar adalah contoh paling nyata sabda Rasulullah SAW,
“Sebaik-baik kalian di masa jahiliyah adalah sebaik-baik kalian di masa Islam” (HR. Ahmad)

Khalid bin Walid yang dahulu sedemikian gigih memerangi Islam semenjak di Makkah hingga hijrahnya Nabi ke Madinah, begitu membaca syahadat dan masuk Islam, berubah total menjadi pejuang kebenaran dan Islam hingga mendapatkan julukan Saifullah Al-Maslul (Pedang Allah yang terhunus). Pada perang Badar, Uhud, dan Khandaq, ia masih berperang melawan kaum muslimin. Pada tahun 8 H, Khalid baru masuk Islam, dan ia pantang meletakkan pedangnya yang basah oleh darah kaum muslimin karena harus menebus kesalahannya. Kini pedangnya itu basah oleh darah orang-orang kafir, karena ia bertempur di pihak kaum muslimin. Lihatlah, bagaimana ia menjadi pembela Islam setelah mengucap syahadat.

Ketika berkecamuk Perang Muktah, Khalid hanyalah prajurit biasa. Ia ikut berperang di bawah pimpinan tigas panglima Islam, Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Atas kehendak Allah, satu per satu panglima Islam tersebut syahid di medan Muktah. Ketika panji perang diambil oleh Tsabit bin Arqam untuk diangkat tinggi-tinggi agar kaum muslimin tidak kacau balau. Dengan gesitnya, Tsabit melarikan kudanya menuju Khalid bin Walid, sembari menyerahkan bendera kepadanya.

“Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman!” kata Tsabit.

“Aku tidak pantas memegangnya, Andalah yang lebih berhak, karena Anda lebih tua dan telah menyertai Perang Badar,” jawab Khalid.

“Ambillah, engkau lebih tahu siasat perang dari pada aku, dan demi Allah, aku tidak akan mengambil panji perang ini kecuali untuk aku serahkan kepadamu.”

Setelah berkata demikian, Tsabit berseru kepada pasukan Islam, “Bersediakah kalian dipimpin oleh Khalid?” Serempak pasukan Islam menjawab, “Bersedia!” Akhirnya diambillah bendera perang tersebut dan Khalid memimpin pasukan Islam dengan gagah perkasa, dilandasi oleh pengalaman perang yang telah ia miliki sebelumnya. Inilah pembalikan total pada diri Khalid, dan musuh Islam yang banyak membunuh kaum muslimin dalam berbagai peperangan, hingga menjadi seorang panglima perang Islam.

Thufail bin Amr Ad-Dausi, seorang pemuda yang terlahir dari keluarga terhormat. Ia sering peringatan dan keluarganya, agar sekali-kali tidak mendengar perkataan Muhammad. Keluarganya selalu khawatir kalau Thufail menjadi pengikut Muhammad. Setiap Thufail ke Kakbah selalu menutup kedua telinganya dengan kapas, agar tidak mendengar perkataan Muhammad. Akan tetapi, takdir Allah menghendaki, suatu saat ketika di dekat Kakbah ia mendengar sebagian apa yang dibaca oleh Nabi SAW.

Sebagai ahli syair, Thufail bisa membedakan mana kalimat yang indah dan tidak indah. Begitu mendengar sebagian bacaan Rasulullah SAW tatkala shalat, bertambah kuatlah keinginannya untuk mengetahui ajaran Islam. Segera ia datang ke rumah Nabi dan meminta agar mendapatkan menyampaikan beberapa kalimat dan membacakan beberapa ayat Al-Qur’an. Demi mendengar penjelasan Nabi, tidak ragu lagi Thufail segera masuk Islam dengan membaca kalimat syahadat di depan Nabi SAW.

Lihatlah, bagaimana perubahan besar terjadi dalam dirinya! Baru saja ia mengucap dua kalimat syahadat, yang terbayang di benaknya adalah kewajiban untuk mendakwahi keluarga dan lingkungannya agar masuk Islam. Bergegas ia pulang kampung halamannya untuk menunaikan tugas besar tersebut. Orang yang pertama kali dijumpainya adalah bapaknya, untuk disampaikan kebenaran Islam. Luar biasa, tugas dakwah pertama ini berhasil. Bapaknya masuk Islam atas izin Allah, setelah mendengar keterangan Thufail. Orang kedua yang ia temui adalah ibunya dan disampaikan kalimat dakwah. Kembali ia berhasil melaksanakan tugas dakwah, ibunya pun segera masuk Islam.

Dakwah berlanjut kepada istrinya. Subhanallah, keterangan Thufail telah membuat istrinya berketetapan hati untuk masuk Islam. Selesailah tugas dakwah yang besar di lingkungan keluarganya sendiri. Bapak, ibu, dan istrinya telah masuk Islam. Thufail tidak berhenti. Segera ia sebar luaskan dakwah kepada tetangga dan seluruh masyarakat Daus. Betapa sedih hatinya tatkala dakwah kali ini tidak ada yang menyambut. Tidak ada masyarakat Daus yang mau masuk Islam atas dakwahnya, kecuali Abu Hurairah.

Segera Thufail pergi ke Makkah dan menjumpai Nabi SAW. ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak kuasa menghadapi banyaknya perjudian dan perzinaan di Desa Daus. Mohonkanlah kepada Allah agar Dia menghancurkan penduduk Daus.” Tetapi apakah yang dilakukan Nabi? Segera beliau menengadahkan tangan sembari memohon kepada Allah, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada penduduk Daus dan datangkanlah mereka kepadaku dengan memeluk Islam.” Setelah itu, beliau bersabda, “Kembalilah engkau kepada kaummu, dakwahilah mereka dan bersikap lembutlah kepada mereka.”

Ucapan Nabi pada pertemuan kedua ini amat menakjubkan bagi diri Thufail. Kata-kata yang amat indah, mencerminkan kepribadian yang amat luhur. Segera ia kembali ke kampung halamannya dan kembali melakukan dakwah kepada masyarakat Daus. Hari berganti hari, hingga Nabi SAW melaksanakan hijrah ke Madinah dan terjadilah Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Pada saat Nabi SAW berada di Khaibar –setelah negeri itu sudah dikuasai kaum muslimin- satu rombongan besar penduduk Daus datang menghadap Nabi untuk menyatakan masuk Islam.

Subhanallah, ketekunan dakwah Thufail kembali membuahkan hasil. Delapan puluh kepala keluarga beserta seluruh penghuni rumahnya menghadap Nabi dan mengucapkan syahadat di depan beliau. Inilah contoh perubahan besar pada orang yang telah berikrar syahadat. Baru saja Thufail masuk Islam, ia segera bergerak tanpa menunggu besok, untuk mengajak orang lain menuju keindahan Islam. Syahadat adalah awal mula perubahan yang besar pada diri Thufail bin Amr ad-Dausi.

Kalimat Laa ilaaha ilallah telah membongkar mentalitas dan kejiwaan setiap manusia, dari penghambaan kepada sesama manusia dan penghambaan kepada benda-benda, menuju penghambaan hanya kepada Allah semata. Inilah kunci perubahan total yang terjadi pada individu dan masyarakat. Penghambaan kepada benda-benda telah membuat manusia menjadi hina dan tiada berharga, menyebabkan manusia menjadi kehilangan harkat kemanusiaannya.

Perubahan Sosial

Dalam konteks sosial, bisa kita saksikan perubahan total yang terjadi pada masyarakat paganis penyembah berhala di masa Nabi dibangkitkan. Di masa jahiliyah, mereka saling bermusuhan satu dengan yang lain, saling bermusuhan satu dengan yang lain, saling merampas hak, pencurian dan perampokan merajalela, gemar melakukan pembunuhan terhadap anak-anak perempuan, perzinaan dan mabuk-mabukan menjadi tradisi yang berkembang luas. Setelah mereka dicelup dalam shibghah Islam, terjadilah perubahan total.

Masyarakat Islam yang terbentuk setelah diutusnya Nabi SAW, diliputi oleh cinta dan kasih sayang sesama mereka, saling menjaga hak, menjaga martabat kemanusiaan, mengangkat dan memberikan penghormatan kepada kaum perempuan yang semula direndahkan, dan mereka tunduk kepada aturan Allah SWT dalam segala aspeknya. Tradisi minum khamr yang selama bertahun-tahun menjadi kebiasaan hidup masyarakat jahiliyah, masih terbawa pada sebagian masyarakat Islam. Namun begitu turun ayat-ayat yang melarang minum khamr, serentak masyarakat Islam meninggalkannya, tanpa ada yang membantah dan melanggar.

Anas bin Malik, seorang budak dari Abu thalhah, sat itu sedang melayani tamu-tamu tuannya, diantaranya Ubai bin Ka’ab, Suhail bin Baidha, Abu Ubaidah, dan lain-lain. Tiba-tiba ada yang mengabarkan bahwa telah turun ayat yang mengharamkan minum khamr. Sat itu pula para sahabat yang memegang botol minuman langsung memecahkannya, yang sudah melekatkan gelas di bibirnya langsung membuangnya dan yang telah terlanjur meminumnya memasukkan jari tangannya ke dalam mulut agar dapat memuntahkannya kembali. Simpanan-simpanan khamr yang ada di rumah langsung dibuang di jalan-jalan. Madinah, laksana banjri khamr. Mereka keluar rumah dan berteriak, “kami telah tinggalkan, wahai tuhan kami! Kami telah tinggalkan, wahai tuhan kami!”

Kaisaan, seorang sahabat pedagang khamr datang dari negeri Syam sambil membawa khamr dalam beberapa kantong kulit untuk dagangan. Dia menghadap Rasulullah SAW sambil membawa khamrnya.

“Wahai Rasulullah, aku datang membawa untukmu minuman yang lezat.” Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Kaisaan, khamr telah diharamkan sepeninggalmu.” “Lalu apa boleh saya menjualnya, wahai Rasulullah?” tanya Kaisaan. “Ia telah diharamkan diminum dan diharamkan untuk diambil harganya,” jawab Rasulullah SAW.

Segera Kaisaan keluar mengambil kantong-kantong khamr dagangannya dan ditendangnya kuat-kuat hingga hancur berantakan.

Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari pekerjaan-pekerjaan itu). (QS. Al-Maidah : 91)

Dengan pengumuman itu, orang-orang yang semula di tangannya masih memgang botol dan gelas berisi minuman keras segera membuangnya; yang di dalam mulutnya ada seteguk arak segera memuntahkannya; yang masih menyimpan persediaan arak di rumah-rumahnya segera mengambil untuk membuangnya. Semua orang berseru, “Wahai tuhan kami, kami telah berhenti!” sebagai jawaban atas perintah Allah, …Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al-Maidah : 91)

Demikianlah, perubahan dan pembalikan total terjadi pada masyarakat setelah mengikrarkan kelimat syahadat. Mereka mudah menerima dan melaksanakan aturan yang Allah berikan, tanpa tawar-menawar, tanpa keberatan, dan tanpa penolakan. (bersambung ke Urgensi Syahadat (3))

dari blog : http://muchlisin.blogspot.com/2009/05/urgensi-syahadat-2.html [sumber: Buku Seri Materi Tarbiyah; Syahadat dan Makrifatullah]


Urgensi Syahadat

Ajaran Islam adalah ajaran yang lengkap. Ia menyentuh semua segi kehidupan duniawi, baik lahir maupun batin. Untuk menjadi seorang muslim seutuhnya, seseorang harus memiliki komitmen yang utuh terhadap ajaran Islam.

Keislaman yang hanya ada di lahir namun batinnya kafir, maka tidaklah diterima. Keislaman yang hanya di hati namun fisiknya tidak mau tunduk untuk mengamalkan perintah agama, juga tidak dibenarkan. Atau, mengamalkan sebagian ajaran agama dan meninggalkan sebagian yang lain, tidak juga dibenarkan.


Untuk menjadi sah keislaman seseorang, selain harus memiliki komitmen yang utuh, maka ia harus mendasari keislamannya dengan dua syahadat. Keislaman itu hanya dianggap benar manakala ditegakkan di atas fondasi syahadat. Apakah syahadat itu? Ia adalah ucapan persaksian atau pernyataan yang harus diucapkan seseorang untuk dianggap sebagai muslim. Dua syahadat itu terdiri dari syahadat tauhid dan syahadat risalah. Syahadat tauhid adalah pengakuan dan persaksian bahwa “Tidak ada tuhan selain Allah”, dan syahadat risalah adalah pengakuan dan persaksian bahwa “Muhammad adalah utusan Allah.”

Seorang anak yang lahir sebagai seorang Muslim dengan lingkungan yang islami dan tumbuh berkembang juga dengan didikan Islam, mereka tidak dituntut untuk mengucapkan syahadat itu secara formal, karena ia memang terlahir sebagai Muslim. Akan tetapi, bagi mereka yang lahir dari orang tua non-muslim, lalu tumbuh dan berkembang dengan didikan non-Islam pula, tatkala ia dewasa dan menjadi sadar dan kembali kepada Islam, ia harus mengucapkan syahadat itu. meskipun pengucapan syahadat itu sebenarnya tidak membutuhkan persaksian dari seorang pun –karena cukuplah Allah sebagai saksi- namun terkadang ia dihajatkan mengucapkan syahadat di hadapan orang banyak , agar secara sosial diketahui dan diterima kehadirannya sebagai Muslim.

Berikut ini akan dijelaskan urgensi seorang Muslim bersyahadat secara lebih terperinci.

Pintu Masuk dalam Islam (Al-Madkhal ila Al-Islam)

Jika seseorang memasuki ruang yang tetrutup, dia memerlukan password atau kunci untuk membuka pintunya. Demikian juga untuk masuk Islam, seseorang harus terlebih dahulu harus mengucapkan kalimat syahadatain (dua syahadat), yaitu laa ilaaha illallah dan Muhammadurrasuulullah. Inilah kunci Islam itu. Dengannya, seorang Muslim bisa mendapatkan semua yang dijanjikan Allah SWT, baik berupa diterimanya amal di dunia hingga pahala yang melimpah ruah di akhirat kelak. Tanpa kunci itu, semua amal –sebaik apapun dalam pandangan manusia- tidak ada nilainya di hadapan Allah SWT.

Seseorang yang beramal sebaik apapun, belum dianggap sebagai seorang Muslim jika belum mengucapkan dua kalimat syahadat. Meskipun seseorang menjalankan shalat, zakat, puasa, haji, hingga pun berjihad membela agama, akan tetapi bila dia belum mengucapkan kalimat syahadat, maka semua amalan tersebut akan tertolak. Dia belum disebut seorang Muslim, sehingga amalannya pun tidak dihitung sebagai amal shalih.

Abu Thalib, paman Rasulullah SAW adalah seorang yang berjuang membela Rasulullah SAW, keponakannya. Ketika menasihati keponakannya agar berhenti berdakwah menyebarkan Islam, maka Abu Thalib berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai keponakanku, kaummu telah datang kepadaku. Mereka mengatakan kepadaku begini dan begini. Sayangilah diriku dan dirimu, janganlah membebani diriku dengan persoalan yang berada di luar kesanggupanku.”

Rasulullah SAW menjawab, “Wahai paman, demi Allah, seandainya mereka itu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku menghentikan urusan ini, maka aku tidak akan berhenti sebelum Allah memenangkan agama-Nya atau aku binasa karenanya.” Kemudian Rasulullah SAW bangkjit dari duduk dan berlinang air matanya.

Melihat hal itu, Abu Thalib kemudian berkata, “Keponakanku, pergilah dan katakan apa saja yang kamu sukai. Demi Allah, kamu tidak akan kuserahkan kepada siappun juga, selamanya.”

Sejak saat itu, tiada hari yang dilalui oleh Abu Thalib kecuali untuk membela keponakannya dalam mendakwahkan Islam. Sayangnya, Abu Thalib sedikitpun tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat hingga menjelang sakaratul maut.

Menjelang kematian Abu Thalib, para pemuka kafir Quraisy berkumpul di sekelilingnya. Ketika itu Rasulullah SAW mencoba membimbing pamannya dengan berkata, “Wahai paman, katakan laa ilaaha illallah, satu kalimat yang dapat saya jadikan hujah untuk membela Anda di sisi Allah.”

Setelah Rasulullah SAW berkata seperti itu, Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah langsung menimpali, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?”

Begitulah detik-detik kematian Abu Thalib hingga kematiannya. Dia tidak mengucapkan kalimat syahadat. Rasulullah SAW masih berusaha memintakan ampunan kepada Allah SWT untuk pamannya dengan berkata, “Aku akan memohonkan ampunan untukmu selama tidak dilarang.”

Kemudian Allah SWT menurunkan dua ayat-Nya berikut ini dalam Al-Qur’an.

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam..” (QS. At-Taubah : 113)

Sesungguhnya engkau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi…” (QS. Al-Qashah : 56)

Sebagus apapun amalan seseorang, jika tidak pernah mengucapkan syahadat, maka akan sia-sia, sebagaimana amalan Abu Thalib. Umar bin Khattab pernah menangis ketika melihat para pastor dan rahib sambil membaca ayat,
“bekerja keras lagi kepayahan, memasuki apa yang sangat panas (neraka)”. (QS. Al-Ghassiyah : 3-4)

Konklusi Ajaran Islam (Khulaashah Ta’alim Al-Islam)

Materi dua kalimat syahadat terdiri dari dua prinsip. Pertama, pengakuan akan tiadanya tuhan (ilah) selain Allah dan kedua, pengakuan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kedua prinsip ini mengandung dua konklusi ajaran Islam, yang keduanya menjadi landasan bagi diterimanya amal. Jika seorang Muslim mengamalkan suatu amalan, baik itu berupa ibadah mahdhah (khusus), seperti shalat, atau ibadah amah (umum) seperti sedekah, maka kedua landasan itu harus melekat padanya. Pertama, ikhlas karena Allah dan kedua, sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW.

Ikhlas Karena Allah SWT

Kalimat laa ilaaha illallah, mengandung prinsip ikhlas. Demikian itu karena kata ilah, yang umumnya diterjemahkan dengan “tuhan” ternyata mengandung pengertian yang jauh lebih spesifik. Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan arti kata “ilah” dengan mengatakan, “Segala sesuatu yang dicenderungi hati dengan seluruh perasaan cinta, pengagungan, penghormatan, pemuliaan, rasa takut, rasa harap, dan lainnya.”

Maka kalimat laa ilaaha illallah berarti tidak ada sesuatu yang dicenderungi oleh hati dengan seluruh perasaan cinta, kecuali Allah SWT. Dalam kalimat ini terkandung hakikat ikhlas itu, di mana seseorang hanya mengharapkan ridha dan pahala Allah dalam beramal, sebelum mendapatkan berbagai tujuan duniawi.

Jadi, bila seseorang beramal disertai hati yang cenderung kepada selain Allah, maka sesungguhnya dia telah melanggar prinsip ikhlas itu.

Ikhlas memang rumit, karena ini menyangkut perasaan dan niat. Ada ketidakikhlasan (riya’) yang jelas, namun ada pula yang samar dan mudah menipu kita.

Jika Anda mengerjakan shalat sunah Dhuha, namun tujuannya agar disebut ahli ibadah sunah oleh mereka yang menyaksikan, maka jelaslah bahwa amalan Anda tidak berpahala karena tidak ditujukan bagi Allah.

Demikian pula jika Anda bersedekah kepada orang lain dengan mengharapkan balasan kebaikan dari orang yang Anda sedekahi, maka jelas bahwa amalan Anda tidak ada pahalanya di sisi Allah, karena memang Anda tidak menghendaki itu. Hal ini relatif jelas unsur riya’nya.

Jika Anda bersedekah dan merasa ikhlas, namun di kemudian hari orang yang Anda sedekahi berbuat sesuatu yang menyakiti hati Anda dan Anda tidak suka dengan mengungkit-ungkit kebaikan yang pernah diberikan kepadanya, maka sesungguhnya Anda telah gagal mempertahankan ikhlas. Ternyata Anda tidak semata-mata mengharap ridha Allah SWT sebagaimana perkiraan Anda semula, namun juga ingin dibalas oleh orang yang Anda sedekahi. Keadaan perasaan seperti ini jelas meruntuhkan ikhlas itu. Anda hanya disebut ikhlas jika tidak ada bersitan perasaan sedikitpun dengan kebaikan yang pernah Anda berikan, meskipun ia membalas Anda dengan perilaku yang buruk. Di sinilah letak rumit dan sulitnya ikhlas karena Allah, namun ia harus tetap ditegakkan dan diperjuangkan kaehadirannya. sebenarnya, perasaan riya’ merupakan benih dari syirik, yaitu mempersekutukan Allah. Na’udzubillah min dzaalik.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW besdabda,
“Sesunggunya sesuatu yang paling ringan namun paling aku takuti atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah SWT berfriman pada hari kiamat, ketika memberikan balasan kepada manusia atas amalan mereka, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Perhatikan apakah kamu mendapatkan balasan dari mereka?” (HR Ahmad)

Riya’ bukan saja atas amal yang kita lakukan, namun riya’ juga bisa berjangkit ketika seseorang meninggalkan amal namun tujuannya justru agar disebut sebagai orang yang tidak berbuat syirik atau riya’.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Melakukan amal karena manusia itu syirik. Meninggalkan amal karena manusia itu riya’. Sedangkan ikhlas adalah ketika Allah melepaskan kalian dari keduanya.”

Ar-Raghib Al-Asfahani dalam kitabnya Mufradat Alfadz Al-Qur’an mengartikan ikhlas dengan “Melepaskan (hati) dari segala sesuatu selain Allah SWT”

Allah SWT berfriman,
“Dan tiadalah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS. Al-Bayyinah : 5)

Mengikuti Petunjuk Rasulullah SAW

Kalimat syahadat yang kedua adalah Muhammadurrasuulullah yang artinya “Muhammad adalah utusan Allah.” Syahadat kedua ini juga mengandung prinsip dasar ajaran bahwa Muhammad SAW adalah ikutan dan rujukan dalam praktik ibadah kepada Allah SWT, karena beliaulah wasiithah (perantara) yang menghubungkan umat manusia dengan Allah SWT.

Untuk dapat menegakkan prinsip ini, seorang Muslim harus ittiba’ (mengikuti) petunjuk Rasulullah dalam setiap gerak dan amalannya. Allah SWT berfirman,
“Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku…” (QS. Ali Imran : 31)

Ittiba’ kepada Rasulullah SAW adalah menjadikan Rasul sebagai uswah (teladan) dalam menjalankan perintah Allah SWT. Dengan kata lain, mengaplikasikan sunah Rasul dalam kehidupan praktis sehari-hari, baik dalam kaitan amal ibadah khusus maupun ibadah secara umum. Dimulai membuka mata bangun tidur, hingga menutup mata untuk tidur. Mulai membuka mata ketika lahir di dunia, hingga menutup mata menuju kematian.

Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab : 21)

Rasulullah SAW bersabda,
“Wajib atas kalian mengikuti Sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang diberi petunjuk. peganglah kuat-kuat sunah itu dan tinggalkanlah perkara-perkara yang baru. Maka sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Tirmidzi)

Hanya saja perlu dipahami bahwa amal ibadah itu ada dua kategori, yaitu: mahdhah dan ammah.

Pertama, mahdhah
Kata “mahdhah” berarti “murni”. Maksudnya adalah amal-amal ibadah yang bersifat ritual. Biasanya ia datang dalam bentuk paket amal dengan kaifiyah (detail teknis)-nya, misalnya: shalat dan haji. Kedua amalan ini sarat dengan tuntunan teknis, dari gerakan-gerakan hingga waktu yang telah ditetapkan secara ketat. Ada syarat-syarat dan rukun-rukun yang secara disiplin harus dikerjakan, di mana jika kita tidak memenuhi salah satu dari berbagai syarat atau rukun itu, shalat dan haji tidak sah hukumnya.

Untuk ibadah jenis ini berlaku kaidah, “Prinsip dasar untuk ibadah adalah dilarang, hingga datangnya dalil yang memerintah.”

Ittiba’ Rasulullah dalam ibadah jenis ini adalah mengikuti teks-teks dalil secara detail, baik dari Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW. Jika mau mengamalkan, maka pertanyaannya adalah: adakah dalil yang memerintahkan? Jika tidak ada, maka amalan itu haram hukumnya dilakukan. Namun jika ada dalilnya, maka barulah amal itu disyariatkan. Yang disyariatkan iini pun masih memiliki kemungkinan hukum yang beragam, bisa bersifat perintah (wajib) atau anjuran (sunnah). Untuk mengetahuinya, perlu mengkaji buku-buku fiqih ibadah.

Kedua, ‘ammah.

Kata “ammah” berarti “umum”, maksudnya adalah jenis-jenis ibadah yang tidak secara ketat dituntunkan kaifiyahnya. Jenis ibadah ini sangat banyak, meliputi semua perbuatan yang diakui kebaikannya oleh nurani umat manusia. Oleh karenanya, disebut amalan yang makruf (dikenal) dan lawannya adalah mungkar (diingkari).

Dalam ibadah jenis ini berlaku kaidah, “Prinsip dasar untuk segala sesuatu itu boleh, hingga ada dalil yang melarangnya.” Kaidah ini menjelaskan bahwa untuk hal-hal yang bersifat ammah, maka hukum dasarnya adalah boleh. Misalnya, Allah SWT mempersilakan umat manusia untuk memakan makanan apa saja, baik daging binatang maupun buah dan sayuran –tentu yang layak dan patut dimakan- kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya.

Demikian juga dengan cara bergaul dengan orang lain. Manusia sesuai dengan tabiatnya membutuhkan interaksi sosial. Cara manusia melakukan hubungan sosial itu sudah ada semenjak dulu, sesuai dengan tata cara dan tradisi yang disepakati mereka, dengan beberapa perbedaan dan varian kecil antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Islam pun datang dalam urusan ini tidak dengan membuat cara dan aturan yang detail, namun hanya memberikan rambu-rambu larangan agar rambu itu tidak dilanggar. Jika pun ada aturan yang khas Islam dan benar-benar baru, jumlahnya sangat sedikit. Misalnya mengucapkan salam jika bertemu. Selebihnya, sesuaikan dengan kondisi setempat dan hindari larangan syariat.

Oleh karenanya, ittiba’ Rasulullah dalam ibadah jenis ini adalah tatkala perbuatan kita tidak melanggar larangan syariat. Semua itu disebut sebagai amalan dan kegiatan yang syar’i. Dengan demikian, kita bisa mendapatkan pahala dari amalan itu selama dikerjakan dalam rangka mencari ridha Allah SWT.

Pertanyaan untuk ibadah jenis ini adalah: apakah ada dalil yang melarang? Jika tidak ada berarti boleh dilakukan, namun jika ada maka tidak boleh dikerjakan, itu pun masih dalam ragam larangan, bisa berupa larangan mutlak (haram) atau dibenci (makruh).

Kedua prinsip dalam ibadah ini, yaitu ikhlas karena Allah dan ittiba’ Rasulullah, merupakan konklusi dari seluruh ajaran Islam. Semua amal di sisi Allah hanya akan ditimbang dengan dua timbangan ini, yakni ikhlas (berarti: lurus) dan ittiba’ Rasul (berarti: benar atau shawab). Ikhlas adalah buah dari syahadat pertama, sedangkan ittiba’ adalah buah dari syahadat kedua.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh menegaskan, “Sesungguhnya sebuah amal jika dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka akan ditolak Allah SWT. Jika sebuah amal dilakukan dengan benar tetapi tidak ikhlas, maka akan ditolak Allah SWT. Ikhlas maksudnya adalah karena Allah dan benar maksudnya sesuai sunnah Rasulullah SAW.” (bersambung ke Urgensi Syahdat (2))

dari blog : http://muchlisin.blogspot.com/2009/05/urgensi-syadahat.html
[sumber: Buku Seri Materi Tarbiyah; Syahadat dan Makrifatullah]


PKS Kirim Orang-orang Terbaik ke Kabinet SBY

PKS akan konsisten untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.

Siswanto
Presiden & Sekjen PKS, Tifatul Sembiring dan Anis Matta (Antara/ Gani)
VIVAnews – DPP Partai Keadilan Sejahtera akan konsisten untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan menyejahterakan rakyat di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden terpilih, Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono, hingga akhir periode kabinet 2009-2014.

Juru bicara PKS, Mabruri, Senin 31 Agustus 2009, mengungkapkan komitmen itu pada pemerintahan SBY-Boediono sesungguhnya merupakan esensi dari kontrak kerja dan politik yang telah diteken sebelum Pemilu 2009.

Untuk mencapai pemerintahan yang bersih dan menyejahterakan rakyat, PKS akan terus mendorong kabinet sampai benar-benar profesional. “Kami akan mengirimkan orang-orang terbaik PKS untuk memimpin departemen, kalau kami diminta (SBY),” kata Mabruri.

PKS menginginkan kabinet pemerintahan SBY-Boediono berhasil menjalankan pemerintahan yang efektif yang efisien. Sebab, kata Mabruri, hanya dengan begitu, tingkat korupsi di Indonesia dapat ditekan. “Sebab, kalau dihilangkan (korupsi), kan agak susah,” katanya.

Langkah PKS untuk mendorong pencapaian itu, antara lain, mengadakan komunikasi yang intensif dengan Partai Demokrat dan partai mitra koalisi yang mendukung SBY-Boediono.

“Kan kami sepakat dalam kontrak kerja, kami berkoalisi di kabinet, parlemen, dan lembaga presiden. Ini harus lebih baik dari kemarin,” katanya. “Kalau komunikasi sudah baik, insyallah akan membaik.”

Isi kontrak partai mitra koalisi dengan SBY-Boediono sebelum Pemiliihan Presiden, antara lain, pertama aturan main koalisi di pemerintahan, kedua aturan main koalisi di parlemen, ketiga program kebijakan pemerintahan koalisi di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hubungan luar negeri, dan keempat menyetujui mekanisme komunikasi koalisi.

Sumber : http://politik.vivanews.com/news/read/86503-pks_kirim_orang_orang_terbaik_ke_kabinet_sby

PKS Gelar Rapimnas 10 Oktober 2009

Agendanya ialah untuk menyusun rencana pemenangan Pemilu 2014.
Siswanto
Presiden PKS Tifatul Sembiring & Humas PKS A Mabruri (Antara/ Ujang Zaelani)
VIVAnews – DPP Partai Keadilan Sejahtera akan menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional pada 10 Oktober 2009. Agendanya ialah untuk menyusun rencana pemenangan Pemilu 2014.

“Kami menyusunnya mulai sekarang. Dasarnya ialah hasil Pemilu 2009 ini,” kata Mabruri, juru bicara DPP PKS, Senin 31 Agustus 2009.

Bagi DPP PKS, pencapaian pada Pemilu 2009 belum maksimal. Partai ini hanya mengalami peningkatan suara secara nasional sebanyak 0,8 persen dari Pemilu 2004.

Ketidakpuasan partai ini didasarkan pada upaya maksimal yang telah dilakukan mulai dari pimpinan, pengurus, kader, dan simpatisan partai ini untuk memenangkan pemilihan.

Itulah sebabnya, dalam Rapat Pimpinan Nasional tahun ini, semua itu akan dievaluasi untuk merancang target perolehan suara pada Pemilu 2014.

Panitia Rapat Pimpinan Nasional DPP PKS sudah dibentuk. Rancangan yang akan dibicarakan juga telah disusun. Forum ini akan dihadiri oleh seluruh petinggi DPW partai.

Pelaksanaan rapat itu rencananya di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Provinsi Jawa Barat. Setidaknya ada dua alasan PKS memilih tempat ini sebagai lokasi penyelenggaraan rapat.

Pertama, Wali Kota Depok, Nurmahmudi, adalah kader PKS. Kedua, dari segi tempat, hotel itu dinilai mendukung untuk seluruh proses penyelenggaraan rapat.

Sumber : http://politik.vivanews.com/news/read/86496-pks_gelar_rapimnas_10_oktober_2009

Di Balik Klaim PKS Soal Jatah Menteri

R Ferdian Andi R
Ahmad Mabruri
[ist]

INILAH.COM, Jakarta - Koalisi parpol pendukung SBY-Boediono memang sarat permasalahan sejak awal dibentuk. Ini karena koalisi itu tidak didasarkan pada suasana batin 'duduk sama rendah berdiri sama tinggi', termasuk dalam pembentukan kabinet pemerintahan. Apalagi, tak semua parpol mitra menandatangani kontrak soal jatah kabinet.


Riak-riak kecil itu kini muncul semakin santer menjelang pembentukan kabinet pemerintahan SBY-Boediono. Sumber masalah terfokus pada urusan jatah menteri. Pemicunya adalah pengakuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahwa partai dakwah ini telah menandatangani kontrak politik dengan SBY perihal jatah kursi menteri bagi PKS.


Meski tak secara detil disebutkan berapa pos menteri serta siapa yang bakal mengisinya, PKS menegaskan kesepakatan tersebut telah terjadi antara PKS dengan SBY. Menurut Humas DPP PKS Ahmad Mabruri, kesepakatan tentang jatah menteri memang sudah ada. "Kesepakatan tersebut bisa dibilang formal dan informal juga," kata Mabruri di Jakarta.

Meski demikian, PKS membantah anggapan bahwa kesepakatan tersebut merupakan bagian dari 'politik dagang sapi' antara PKS dengan SBY. Karena, menurut Mabruri, koalisi PKS dan SBY dilakukan di tiga ranah sekaligus, yaitu koalisi partai, koalisi di lembaga kepresidenan, dan koalisi di parlemen. "Jadi bukan dagang sapi," cetusnya.

Situasi ini jelas meluluhlantakkan asumsi pubik selama ini yang memahami bahwa koalisi SBY-Boediono berpijak pada koalisi agenda dan program, sebagaimana dikesankan oleh pernyataan PKS dan SBY waktu itu. Namun di sisi lain, kesepakatan mengenai jatah kursi seperti itu ternyata tidak dialami oleh partai politk lainnya selain PKS.

Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Choirul Mahfiz bahkan mengaku pihaknya sama sekali tak menandantangani dan menyepakati perihal kursi menteri dalam kabinet SBY-Boediono mendatang. "Kami tidak ada kontrak politik perihal jatah kursi (menteri). Kontrak politik hanya berisi di antaranya tentang pengawalan pemerintahan di legislatif dan eksekutif," kata Irgan kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (31/8).

Meski begitu Irgan mengaku pihaknya tidak merasa 'kecolongan' oleh adanya kesepakatan antara PKS dan SBY perihal jatah kursi menteri. Karena bagi PPP, kepercayaan yang diberikan kepada SBY dalam Pemilu Presiden 2009 tidak bisa ditukar dengan kursi kabinet semata.

"PPP mendukung SBY tanpa reserve," tegasnya. Dia menambahkan, pihaknya tidak akan mencampuri urusan PKS dengan SBY perihal kesepakatan jatah menteri tersebut.

Sikap yang sama ditunjukkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang juga mengaku tidak ada kesepakatan soal jatah menteri dengan SBY. Menurut Wakil Sekjen DPP PKB Helmy Faishal Zaini, kontrak politik yang ada antara PKB dan SBY adalah koalisi atas dasar visi dan perjuangan politik. "Jadi yang ada adalah koalisi ide dan gagasan, belum pada power sharing," tegasnya.

Helmy juga meyakini semua 'kontrak' partai peserta koalisi SBY-Boediono masih pada tataran tersebut. Ia justru meragukan perihal kesepakatan PKS dengan SBY tentang jatah kursi untuk PKS. Helmy menilai, bisa saja yang dimaksud PKS justru sebatas mengusulkan, bukan mendapat jatah. "Apa iya, langsung ada persetujuan termasuk kisaran jumlahnya?" ujarnya.

Baik PPP maupun PKB menyerahkan soal pembentukan kabinet kepada SBY sebagai hak prerogatif presiden. Langkah pasif PPP dan PKB, mereka akui sebagai upaya penghormatan dan penghargaan pada hak prerogatif presiden terpilih dalam menentukan anggota kabinetnya. "Kita santai saja, tidak mengajukan nama," kata Irgan.

Cara peserta koalisi SBY-Boediono dalam mengisyaratkan harapan terhadap jatah kursi kabinet memang beragam. Ada yang meminta secara vulgar dan terbuka, ada pula yang menyerahkan nasib mereka di tangan SBY dengan dalih hak prerogatif.

Namun di atas semua itu, pengakuan PKS perihal kesepakatan jatah kursi menteri di kabinet SBY pun dibantah petinggi Partai Demokrat. "Tidak ada kesepakatan itu," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok. Lalu? [P1]

Sumber : http://pemilu.inilah.com/berita/2009/08/31/149422/di-balik-klaim-pks-soal-jatah-menteri/

Tifatul, 'Presiden' Kepincut Menteri

Rafiqa Qurrata A'yun
Tifatul Sembiring
(inilah.com /Dokumen)

INILAH.COM, Jakarta - Status 'presiden' memang sudah disandang Tifatul Sembiring. Namun sebagai mitra koalisi yang turut andil mendulang suara untuk kemenangan SBY, PKS menyorongkan presidennya itu untuk menduduki kursi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di kabinet mendatang.


Jika sebelumnya PKS malu-malu bahkan menyangkal segala pembicaraan tentang jatah kabinet, maka kini partai itu tak sungkan lagi mengungkap empat kursi kabinet yang diincarnya. Informasi yang beredar, empat pos menteri yang diminta PKS tersebut adalah Menteri Sosial, Menkominfo, Menteri Riset dan Teknologi, serta Menteri Pertanian. Di antara nama-nama yang disorongkan PKS, salah satu nama terkuat adalah sang presiden sendiri, Tifatul.


Nama Tifatul meroket seiring dengan riwayat PKS yang relatif lesat sebagai partai menengah di antara sekian parpol yang lahir pascareformasi. Kursi Presiden PKS diduduki Tifatul pada 11 Oktober 2004 diakuinya sebagai mandat yang cukup mendadak meski Tifatul adalah salah satu dari 50 pendiri Partai Keadilan (PK), partai yang menjadi cikal bakal PKS.

Pada Pemilu 1999, PK tidak dapat melampaui batas electoral threshold 2 persen untuk berlaga kembali pada Pemilu 2004. Walhasil, PK berganti nama sebagai Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tifatul yang sebelumnya menjabat humas PK kemudian didapuk sebagai Ketua DPP PKS Wilayah Dakwah I Sumatera. Tak butuh waktu lama, Tifatul ditunjuk sebagai pejabat sementara Presiden PKS menggantikan Hidayat Nur Wahid yang terpilih menjadi Ketua MPR periode 2004-2009.

Kemunculan Tifatul pun mengejutkan publik yang tidak terlalu banyak mengenal namanya. Namun di internal PKS, Tifatul adalah kader yang punya jasa signifikan. Pada Pemilu legislatif 2004, Tifatul yang berperan dalam lolosnya 380 caleg PKS ke kursi parlemen se-Sumatera. Dalam Pilpres 2004, Tifatul tampil sebagai pelobi partai yang mula-mula mendukung Amien Rais-Siswono Yudohusodo, lalu mendukung SBY-JK pada putaran kedua.

Sebelum menyemplung ke kancah politik, pria lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer Jakarta ini bekerja PT PLN Pusat Pengaturan Beban Jawa, Bali, dan Madura sejak tahun 1982. Pada tahun 1989, ayah tujuh anak ini mundur dari pekerjaannya yang sudah mapan, demi aktivitas berdakwah.

Tifatul yang juga aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) ini kemudian bergabung dengan Yayasan Pendidikan Nurul Fikri dan Korps Mubaligh Khairu Ummah. Tifatul pun sempat tinggal selama 6 bulan di Pakistan untuk belajar di International Politics Center for Asian Studies Strategic Islamabad.

Bagi pria keturunan Batak Karo yang lahir di Bukittinggi pada 28 September 1961 ini, kursi menteri untuk PKS wajib hukumnya diberikan SBY. Meski masih tutup mulut tentang nama-nama bakal pengisi kabinet yang disiapkan PKS, namun dalam suatu kesempatan berbincang dengan INILAH.COM pada Juli 2009, secara tersirat Tifatul mengingatkan jasa partainya dalam kemenangan SBY yang harus diganjar balas budi.

"Harus masuk dong! Enak saja, ibaratnya habis kita bantu mendorong mobilnya, masak langsung good bye," tandas Tifatul.

Lancarkah keinginan PKS mengantarkan Tifatul ke kursi menteri? Jawabannya ada di bulan Oktober nanti. [ton]

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/08/31/149251/tifatul-presiden-kepincut-menteri/

PKS Jangan Pede Dapat 4 Menteri

Djibril Muhammad
Airlangga Pribadi (ist)

INILAH.COM, Jakarta - 4 jatah menteri dikabarkan akan didapat PKS dalam kabinet mendatang. Namun, mengingat banyaknya parpol dan kalangan profesional yang akan masuk, PKS diminta jangan terlalu percaya diri alias pede.


"Tidak akan mungkin empat menteri, saya rasa dua menteri," ujar pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi saat berbincang dengan INILAH.COM di Jakarta, Senin (31/8).


Dijelaskan dia, walaupun kader yang disodorkan PKS merupakan orang profesional. Namun tetap publik melihatnya dari parpol. "Maksudnya kalangan profesional yang tidak masuk dalam kepengurusan parpol," katanya.


Selain itu, menurut Airlangga, koalisi parpol dalam kabinet mendatang diperkirakan akan gemuk. Sehingga jatah menteri untuk parpol akan berkurang alias tidak terlalu banyak.

"Kalau misalnya PDIP masuk dalam kabinet perimbangannya akan berbeda," tuturnya.

Airlangga mengatakan, masuk profesional dalam kabinet juga untuk meminimalisir tendensi dan kepentingan parpol dalam kabinet. [jib]

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/08/31/149163/pks-jangan-pede-dapat-4-menteri/

Empat Menteri PKS Bukan Dagang Sapi

R Ferdian Andi R
Susilo Bambang Yudhoyono
(inilah.com /Agung Rajasa)
INILAH.COM, Jakarta - Politik memang dinamis dan menguji konsistensi. Mungkin itu yang terjadi di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jika awalnya menolak rumor, kini petinggi partai itu mengakui tentang jatah menteri meski dianggap bukan dagang sapi.


PKS mengusulkan empat nama calon menteri kepada presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hanya ada satu nama wajah lama, tiga di antaranya merupakan wajah baru yang terlibat di eksekutif.


"Kami memiliki empat orang kader untuk diajukan sebagai menteri. Tetapi saya tidak bisa bicara lebih banyak perihal tersebut," kata Bendahara Umum DPP PKS, Mahfudz Abdurrahman, saat malam silaturahmi anggota dewan PKS terpilih, di Bekasi, kemarin.


Meski tak menyebut secara detil siapa nama-nama yang akan diajukan mengisi pos menteri di kabinet SBY-Boediono, Abdurrahman memberi clue tentang tokoh yang disorong menjadi menteri di kabinet SBY. Menurut dia, kader yang akan diusung merupakan berjenis kelamin laki-laki dan memiliki keahlian khusus di bidangnya.

"Mungkin saja menteri pemuda dan olahraga Adhyaksa Dault akan maju kembali, tetapi semua keputusannya ada pada presiden terpilih, apakah beliau akan mengambil atau tidak, calon yang kami ajukan," tambahnya.

Pernyataan Abdurrahman seperti menegaskan spekulasi tentang kemunduran Adhyaksa Dault dari kementerian Pemuda dan Olahraga dari kursi DPR. Adyaksa yang sebenarnya terpilih menjadi anggota legislatif dari PKS mewakili daerah pemilihan Sulawesi Tengah dan dilantik pada 1 Oktober mendatang, justru mundur.

Ia berdalih lebih memilih menteri. Karena, jika memilih anggota DPR, dirinya harus mundur dari jabatannya sebagai menteri yang berakhir hingga 20 Oktober mendatang.

Desakan pembentukan kabinet profesional dalam kabinet SBY-Boediono, bagi PKS jangan sampai menutup peluang dari kalangan partai politik. "Kami berharap presiden terpilih tidak hanya memprioritaskan menteri dari kalangan profesional, tetapi juga dari partai politik agar dapat menguatkan posisi dan kedudukannya," timpal Abdurrahman.

Sementara terpisah Humas PKS Ahmad Mabruri tidak membantah perihal kesepakatan antara SBY dan PKS perihal jatah menteri dari PKS. Namun, Mabruri enggan menyebut jumlah, pos menteri serta nama yang akan mengisinya.

"Kesepakatannya memang sudah ada. Kesepakatan tersebut boleh dibilang formal dan informal juga, karena ini satu paket dengan kontrak kerjasama sebelum pemilu presiden dulu," ujarnya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Minggu (30/8).

Informasi yang beredar, empat pos menteri yang diminta PKS tersebut adalah Menteri Sosial, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Riset dan Tekhnologi serta Menteri Pertanian.

Ahmad menampik jika kesepakatan tersebut bagian dari upaya politik dagang sapi. Menurut dia, semua berpijak pada kerjasama yang telah disepakatai antara Tim Sembilan Partai Demokrat dan Tim Lima PKS.

"Ini bukan politik dagang sapi. Kita berdasarkan pertimbangan kerjasama di kabinet, parlemen dan di lembaga kepresidenan. Memang sudah disepakati dari awal sebelum pilpres berlangsung," tandasnya.

Terpisah Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok menegaskan tidak ada kesepakatan soal pos menteri kepada PKS. Meski menurut dia secara logis, PKS dapat jatah empat kursi. "Tidak ada kesepakatan itu. Memang logikanya seperti itu (dapat empat kursi, red)," tegasnya.

Ia menegaskan, SBY tidak akan melakukan politik dagang sapi dalam pembentukan kabinetnya. Mubarok menandaskan, yang pasti dalam koalisi semuanya sudah punya porsi. "Cuma tidak atas dasar dagang sapi, karena SBY juga berpengalaman saat Pemilu 2004 lalu, kalau power sharing iya," tambahnya.

Partai koalisi pendukung SBY tak bisa melakukan tekanan terhadap dalam pembentukan kabinet karena penyusunan menteri merupakan hak prerogatif presiden terpilih. "Boleh saja PKS klaim (sudah ada kesepakatan), silakan sajalah," ujarnya.

Di antara jajaran peserta koalisi SBY-Boediono sepertinya PKS satu-satunya partai politik yang cenderung dinamis dalam memaknai langkah politik SBY. Mulai soal pemilihan Boediono sebagai cawapres, rencana koalisi SBY dengan PDIP dan Partai Golkar hingga isu soal pembentukan kabinet.

Inikah bentuk penekanan PKS atau wujud loyalis kritis kepada SBY? [E1]

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/08/31/149091/empat-menteri-pks-bukan-dagang-sapi/

PKS: Kontrak Menteri di Tangan SBY

Mevi Linawati
Ahmad Mabruri
INILAH.COM, Jakarta - Sebagai parpol mitra koalisi, PKS akan mendapatkan 4 jatah kursi menteri. Sebab, baik PKS dan SBY telah menandatangani kontrak bersama. Bahkan Kontrak tersebut telah ditangan SBY.


"Yang jelas kontrak sudah dibikin, tapi saya tidak mau menyebutkan nama-namanya siapa saja," ujar Humas PKS Ahmad Mabruri yang dihubungi INILAH.COM di Jakarta, Senin (31/8).


Mabruri mengatakan, tidak diumumkannya kader yang diajukan ke SBY, karena akan menimbulkan kecurigaan dan ketidakenakan parpol mitra koalisi. Namun, lanjut dia, PKS juga tidak mau disebut sebagai anak kesayangan jika ternyata jumlah menteri yang diperoleh melebihi kontrak.


Mengenai beredarnya nama Menpora Adyaksa Dault yang kabarnya akan terpilih lagi menjadi menteri, Mabruri enggan menanggapi. "Kalau Pak Adhyaksa kan alasannya sudah jelas, dia mundur jadi anggota DPR, karena tidak mau akhir tugasnya menjadi menteri tidak sempurna. Itu saja, tidak ada alasan lain," tuturnya.

Kendati demikian, ia menjelaskan, PKS menyerahkan sepenuhnya urusan menteri ke SBY untuk menentukan siapa yang akan menjadi pembantunya. "Kesimpulannya kami serahkan ke pak SBY," tandas Mabruri. [mvi/jib]

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/08/31/149134/pks-kontrak-menteri-di-tangan-sby/

Minggu, 30 Agustus 2009

Kewajiban Lebih Banyak dari Waktu yang Dimiliki

Ikhwah wal akhwat rahimakumullah…
Kebanyakan orang memahami kewajiban sebagai beban berat yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan di hadapan pemberi kewajiban itu. sehingga yang terbayang adalah pemberat-pemberat yang ada di pundak. Dan semakin banyak kewajiban-kewajiban yang ada maka semakin terasa berat pula beban hidupnya. Sungguh kasihan hidup yang penuh beban, selalu merasa dalam penderitaan dan tekanan.

Berbeda dengan orang beriman, ia memahami kewajiban yang telah Allah tetapkan dengan pemahaman yang indah dan menyenangkan, ia memahami kewajiban itu sebagai:
 Peluang terbesar untuk mendekatkan diri kepada-Nya
 Peluang untuk meningkatkan kualitas diri
 Tangga untuk memperoleh cinta Allah, yang dengan cinta itu manusia akan tetap terjaga dirinya, dan
 Menjauhkan diri dari tarikan dunia dan memfokuskan diri pada sikap rabbani.



Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
Dari Abu Hurairah RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka aku telah menyatakan perang dengannya. Tidak ada taqarrub hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai dari pada taqarrub yang telah aku wajibkan kepadanya. Tidak putus-putusnya seorang hamba bertaqarrub kepada-Ku dengan nawafil (ibadah sunnah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang dia gunakan untuk memukul, dan kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan, dan jika ia meminta perlindungan-Ku, niscaya akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Ikhwani wa akhwati hafizhakumullah…
Allah SWT telah mendistribusikan kewajiban bagi manusia ini sesuai dengan kapasitas dan kemampuan setiap orang. Allah SWT berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا [البقرة/286]
Dan Allah tidak membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan apa yang dimampui. (QS. Al-Baqarah : 286)

Kewajiban guru berbeda dengan kewajiban murid, kewajiban imam berbeda dengan kewajiban makmum, kewajiban orang miskin berbeda kewajiban orang kaya, dan seterusnya, masing-masing telah mendapatkan porsi kewajiban yang sebanding dengan kebutuhan kebaikan yang hendak dicapai. Kewajiban dzatiyah (pada diri sendiri) menjadi kebutuhan orang untuk mendapatkan kualitas pribadi yang unggul, sehingga ia menjadi saleh bagi dirinya secara fisik, intelektual, dan spiritual. Kewajiban kepada Allah, berfungsi untuk tautsiqush-shilah (menguatkan hubungan) dengan Allah, sehingga setiap saat pertolongan Allah dapat diraih untuk mendapatkan sukses hidup dunia dan akhirat. Kewajiban kepada sesama manusia berfungsi untuk menata harmoni kehidupan dalam ikatan nilai dan kebaikan.

Di mana posisi kita dari semua kewajiban di atas?
 Jika kita hanya dapat menunaikan kewajiban dzatiyah, maka kita baru dapat menyalehkan diri sendiri, secara fisik, intelektual, dan spiritual. Dan jika kita tidak mampu menyalehkan diri dalam aspek-aspek penting itu, bagaimana mungkin kita akan mampu menyalehkan orang lain.
 Jika kewajiban kepada Allah tidak terpenuhi dengan baik, maka akankah ada kedekatan jarak dengan Allah? Jika tidak dekat dengan Allah, akankah pertolongan Allah turun kepada kita?
 Jika kewajiban kepada sesama manusia dalam berbagai statusnya tidak dapat dilaksanakan dengan baik, akankah mereka bersimpati dan berbaik sikap kepada kita? Rasulullah SAW yang senantiasa bersikap baik dan menunaikan kewajiban kemanusiaan kepada siapa pun masih saja mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.

Ikhwah wal akhawat yar’akumullah…
Dari ketiga model kewajiban di atas, sebagai kader dakwah yang memiliki komitmen melakukan perbaikan internal dan eksternal, kita sadar bahwa di hadapan kita terdapat segudang kewajiban yang harus kita tunaikan, baik kewajiban kepada kedua orang tua, kewajiban suami istri, kewajiban kepada anak, kewajiban kepada kerabat, kewajiban kepada saudara, dan kewajiban kepada manusia pada umumnya, serta kewajiban kepada jamaah dan dakwah.

Semakin besar pemahaman kita terhadap kewajiban yang kita emban maka semakin besar pula kesadaran akan kurangnya waktu yang disediakan, sehingga memacu kita untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin agar tidak terlewatkan begitu saja.

Rasulullah SAW bersabda:
اغتنم خمسا قبل خمس : شبابك قبل هرمك و صحتك قبل سقمك و غناك قبل فقرك و فراغك قبل شغلك و حياتك قبل موتك
Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu kayamu sebelum waktu miskinmu, waktu senggangmu sebelum datang waktu sibukku, dan waktu hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. Baihaqi dan Hakim)

Manusia banyak terlena dengan kesempatan yang dimiliki dan tidak mampu menjadikannya sebagai peluang untuk berbuat baik dan melaksanakan kewajiban secara maksimal. Padahal di hadapannya begitu banyak kewajiban yang sudah menunggu. Hal itu tidak boleh terjadi pada seorang kader. Karena tidak ada waktu istirahat baginya kecuali kematian. Itu pun pada –la samahallah- kemaksiatan dan keburukan. Sedangkan terhadap kebaikan, hidupnya didedikasikan untuk mencarinya dan menggapainya sebanyak-banyaknya. Sebagaimana dalam doa yang diajarkan Nabi SAW kepada kita:
وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ
Dan jadikanlah kematian sebagai istirahat (penghenti) bagi saya dari segala kejahatan (HR. Muslim)

Ikhwah wal akhawat as’adakumullah hayatakum…
Prinsip seorang kader adalah sebagaimana firman Allah:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ [الشرح/7]
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (QS. Al-Insyirah : 7)

Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah, maka beribadahlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat. Dan ada lagi yang mengatakan, pabila telah selesai mengerjakan shalat, berdoalah.

Dan keberuntungan seseorang dalam hidupnya setelah keimanan adalah kemampuan memanfaatkan masa hidupnya untuk beramal saleh dan berdakwah (saling berwasiat pada kesabaran dan kebaikan). Allah SWT berfirman:
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr : 2-3)

Karena itulah, waktu harus digunakan seoptimal mungkin untuk kepentingan dakwah dan penataan kehidupan yang lebih baik dan lebih mulia. Tidak akan berarti apa-apa kesalehan pribadi yang kita bangun tinggi jika tidak memberi dampak bagi kesalehan lingkungan.

Semakin banyak peran yang ingin kita mainkan, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus kita tegakkan. Banyak peran dengan sedikit kewajiban tertunaikan adalah kebangkrutan, dan banyak kewajiban tanpa peran adalah kemandulan. Dan kita hanya ingin memiliki kader yang berperan aktif, produktif, dan dinamis. Dan untuk semua itu, kewajiban di semua tingkatan harus terpenuhi. Wallaahu a’lam.

dari blog --> muchlisin.blogspot.com [sumber: Buku Seri Taujih Pekanan jilid II]


Murabbi Saleh, Halaqah Muntijah

Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembaku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata), “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya, dan (tidak wajar pulan baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah(menganut agama) Islam?” (QS. Ali Imran : 79-80)

Ayyuhal ikwah wal akhawat rahimakumullah…
“Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan. Sejarah umat adalah sejarah para kader militan dan memiliki kekuatan jiwa dan kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari sejauh mana umat tersebut mampu menghasilkan kader-kader yang memiliki sifat ksatria…” (Risalah Hal Nahnu Qaumun ‘Amaliyun)


Ayyuhal ikwah wal akhawat rahimakumullah…
“Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan. Sejarah umat adalah sejarah para kader militan dan memiliki kekuatan jiwa dan kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari sejauh mana umat tersebut mampu menghasilkan kader-kader yang memiliki sifat ksatria…” (Risalah Hal Nahnu Qaumun ‘Amaliyun)

Dunia dakwah kita tengah memasuki era yang sangat kompetitif, era yang akan menentukan kita bertahan, maju, atau terkikis zaman. Pada situasi seperti ini, dakwah membutuhkan mereka yang berdaya guna, yang senantiasa siap memikul dakwah. Beban dakwah hanya sanggup dipikul oleh mereka yang mengerti tentang apa dan bagaimana tabiat dakwah itu. Junud ad-dakwah yang cerdas, penuh semangat dan bertanggungjawablah yang siap berada di medan dakwah ini. Kehadiran kader seperti inilah yang menjadi obsesi Khalifah Umar r.a.:

Umar r.a berkata kepada para sahabatnya, “Berobsesilah!” Mulailah mereka menyampaikan obsesinya. Umar berkata, “Aku ingin ada sebuah rumah yang penuh kader sejati seperti Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. Hakim)

Kader dengan karakter tersebut hanya bisa diwujudkan melalui pembinaan diri yang intensif dan berkesinambungan. Artinya, kita memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Pada era politik dakwah sekrang inilah jamaah sangat membutuhkan kejelasan komitmen yang tinggi dari para kadernya. Yang mengharuskan kita membelanya sampai titik darah penghabisan. Jamaah ini harus sampai kepada ahdaf-nya yang telah dirancang untuk ‘Izzul Islam wal muslimin. Kita beriltizam pada jalan dakwah, bukan dengan figur, melainkan dengan dakwah itu sendiri. Karena persoalan pribadi tidak semestinya mengeliminasi kecintaan dan pembelaan kita kepada jalan dakwah ini.

Menjadi orang yang saleh dan mushlih adalah buah yang kita harapkan dari proses tarbiyah yang kita jalani selama ini. Saleh secara pribadi dan mengupayakan tumbuh kembangnya kesalehan pada orang lain merupakan teladan dari Rasulullah SAW dan para salafussaleh yang sepatutnya kita ikuti. Alhamdulillah, saat ini sangat banyak diantara kita yang mendapatkan kesempatan menjadi dai atau murabbi, baik di lingkungan tempat kita tinggal, kampus, sekolah, maupun perkantoran. Sesungguhnya yang kita inginkan bukanlah semata banyaknya jumlah mad’u atau murabbi kita.

Akan tetapi, yang jauh lebih penting adalah bagaimana agar kuantitas dan kualitas selalu merupkaan fungsi yang bergradien positif. Atau menurut slogan seorang ikhwah, “Daripada berjuang bersama 20 orang tapi tidak berkualitas, lebih baik berjuang bersama 2000 orang yang berkualitas.”

Kunci utama peningkatan kualitas umat ini terletak di tangan para penyeru Islam. Atau dalam konteks ini, penentu pemeliharaan dan peningkatan kualitas kesalehan para mad’u atau mutarabbi menjadi tanggung jawab para dai atau murabbi itu sendiri.

Ayyuhal ikhwah wal akhawat rahimakumullah…
Berikut ini adalah beberaoa karakteristik yang harus kita usahakan agar melakat pada diri para dai atau murabbi sehingga terbentuk halaqah muntijah:

1. Al-fahm asy-syaamil al-kaamil
Yaitu pemahaman yang sempurna dan menyeluruh terhadap dasar-dasar keislaman dan rambu-rambu petunjuknya, juga terhadap apa yang didakwahkannya, karena seorang murabbi akan mentarbiyah seseorang yang memiliki akal, perasaan dan pemahaman, dan orang tersebut akan merefleksikan apa yang didengar dan diperhatikan dari sang dai atau murabbi. Maka, apabila seorang dai dan murabbi tidak memiliki level pengetahuan yang memadai dan wawasan pemahaman yang menyeluruh tentang dasar-dasar keislaman, hal itu akan memindahkan sebuah kebodohan kepada mutarabbinya, yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah dalam pembentukan kepribadian Muslim seorang mutarabbi.

2. Waqi’ ‘Amaly
Yaitu keteladanan sang murabbi dengan amal perbuatannya yang secara riil tampak jelas pada perilakunya. Seperti geraknya, diamnya, bicaranya, atributnya, pandangannya, dan ibrah-nya. Seluruh keteladanan itu adalah buah refleksi dari pengaruh keimanan dan pemahaman dalam kehidupan seorang murabbi, dalam rangka memberikan pengaruh keteladanan yang baik (qudwah salehah) di tenga-tengah masyarakat.

Pendiri jamaa Ikhwan, Hasan Al-Banna menyifati murabbi dengan sebutan dai mujahid. Lebih jelasnya beliau menyebutkan bahwa dai mujahid adalah, “Sosok dai yang telah mempersiapkan segala sesuatunya, terus menerus berpikir, penuh perhatian dan siap siaga selalu.” Begitulah seharusnya seorang murabbi, iman dan keyakinannya tercermin pada perilaku dan amalnya. Berdasarkan penelitian pada perjalanan kehidupan seorang murabbi, bahwa pengaruh mereka terhadap banyak orang lebih banyak berasal dari perilaku dan akhlaknya yang istiqamah di setiap keadaan.

Sudah menjadi pemaaman umum bahwa manthiqul af’al aqwa min manthiqil aqwal (logika amal/perbuatan lebih kuat dari logika kata-kata). Dikatakan pula oleh ulama salafusshalih, “Man lam tuhadzdzibka ru’yatuhu, fa’lam annahu ghairu /muhadzdzab.” (Barangsiapa yang tidak mendidikmu ketika engkau melihatnya maka ketahuilah bahwa orang itu juga tidak terdidik)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Man wa’azha akhaahu bifi’lihi, kaana haadiyan.” (Barangsiapa yang menasihati saudaranya dengan amal perbuatannya maka berarti ia telah menunjukinya). Oleh karena itu, keteladanan adalah fokus yang sangat sensitif dan halus, karena apa yang tampak pada dirinya jauh lebih besar pengaruhnya dari apa yang diucapkannya (al-manzhar a’zhamu ta’tsiiran minal qaul).

3. Al-Khibrah binnufus
Yaitu berpengalaman dalam memahami aspek kejiwaan, karena sesungguhnya lapangan kerja seorang murabbi tidak lain adalah jiwa, bergumul dengannya, dan menjadikannya sasaran yang pertama dan terakhir dalam proses tarbiyah; sedangkan jiwa tidak seperti gigi sisir, akan tetapi jiwa orang berbeda satu dengan yang lainnya, ada yang lemah, ada yang kuat, ada yang peka dan oversensitif. Ada yang lembut, ada yang keras, bebal, dan sebagainya.

Oleh karena itu, seorang murabbi hendaknya menyikapi seseorang sesuai dengan kejiwaannya dan berhati-hati dalam berinteraksi dengannya, maka jangan bersikap terlalu tegas dan keras kepada orang yang jiwanya halus dan peka, melainkan harus dihadapi dengan lemah lembut. Sebaliknya, orang yang jiwanya keras harus dihadapi dengan ketegasan jika ia lalai dan menyimpang. Adala Rasulullah SAW sosok murabbi pertama yang berpengalaman dalam ilmu jiwa, beliau tidak memperlakukan para sahabatnya dengan sikap yang sama antara yang satu dan lainnya, karena beliau sangat tahu akan tabiat manusia dan kejiwaan mereka.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata :
Rasulullah SAW perna beberapa hari lamanya tidak memberikan nasihat kepada kami, karena beliau takut kami menjadi bosan. (HR. Ahmad)

Berkaitan dengn al-khibrah binnufus, banyak contoh keteladanan dari murabbi zaman ini, diantara mereka adalah Hasan Al-Banna, di mana tela terjadi dialog antara beliau dengan salah seorang ikhwah. Ikhwah tersebut berkata, “Sesungguhnya saya lagi banyak masalah dan ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.” Maka kata Hasan Al-Banna, “Sudahlah, jangan bebani dirimu dengan masalah itu. Serahkan urusanmu kepada Allah.” “Tapi, saya ingin Anda tahu,” sergah akh tersebut. “Sesungguhnya saya sudah tahu,” kata Al-Banna seraya meyakinkan akh tersebut. “Jadi saya bahagia kalau Anda mau tahu,” balas akh tersebut.

Akan tetapi, belum sempat saya memulai curhat, beliau suda mendahuluiku dengan rentetan masalah dan keluhan yang dialaminya sendiri bahkan yang mengerankan apa yang diutarakannya sama dengan apa yang saya rasakan. Setelah beliau selesai berbicara, maka sayapun berkata kepadanya, “Ustadz, demi Allah, sungguh saya sangat bahagia, dan saya tidak akan mengeluh lagi.” Saya mengatakan semua itu sambil terisak dan bercucuran air mata.”

Ayyuhal ikhwah wal akhawat rahimakumullah…
Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntija (produktif) tentunya ada aturan-aturan yang arus ditaati oleh semua komponen halaqah, dalam hal ini adalah murabbi dan mutarabbi. Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah, yaitu sebagai berikut :
1. Serius dalam segala urusan dan menjauhi sendau gurau serta orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersendau gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menjadi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, dan gurauan yang tidak melampuai batas atau berlebihan. Jadi, canda dan gurauan hanya menjadi unsur selingan yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
2. Berkemauan keras untuk memahami aqidah salafussalih dari kitab-kitabnya, seperti kitab Al-‘Ubudiyah. Sehingga semua peserta halaqa akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabburi ayat-ayat-Nya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits, dan lain-lain
4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta) yang membuat orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah yang dijaga Allah. Sehingga jika ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh menaati makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah.
5. Menghindari ghibah. Majelis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jamaah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan, antara lain dengan tidak memburuk-burukkan seseorang.
6. Melakukan ishlah (koreksi) terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak karena tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.
7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.

Selain adab-adab pokok tersebut, secara lebih spesifik ada adab yang harus dipenuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta halaqah. Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, rohani dan akal saat menghadiri liqo’ halaqah. Ia semestinya membersihkan hati dari aqidah dan akhlak yang kotor, kemudia memperbaiki dan membersihkan niat, bersahaja dalam hal cara berpakaian, makanan, dan tempat pertemuan. Selain itu, juga bersemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.

Selanjutnya terhadap murabbi hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi. Selain itu, ia juga berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin, serta bertutur kata yang sopan dan santun.

Dan akhirnya adab ikhwah sesama peserta halaqah dengan mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah. Lalu tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa, dan tidak menyakiti perasaan. Selain itu, terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung, hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka, dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.

Demikian, ayyuhal ikhwah wal akhawat taujih singkat, semoga kita semua bisa melaksanakan adab-adab halaqah dengan baik, sehingga halaqah tidak sekedar rutinitas yang menjemukan. Namun kegiatan liqa’ halaqah atau usrah menjadi sangat dirindukan dan mampu menghasilkan kader-kader dakwah yang tangguh. Amiin…

dari blog --> muchlisin.blogspot.com [sumber : buku Seri Taujihat Pekanan jilid 2]


Belajar dari Hamas

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wash shalaatu wassalaamu ‘alaa rasuulihil kariim, wa ‘alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin. Wa ba’d;

Ikhwah sekalian…
Islam, walaupun diserang dari segala penjuru, dimusuhi oleh berbagai pihak, ia akan tetap unggul menghadang ancaman, akan tetap jaya menyibak tantangan, sesuai dengan keistimewaannya yang fleksibel dan dinamis, tanpa sesekali menggadaikan prinsip perjuangannya.

Hakikat ini menambah kebencian musuh-musuhnya. Ketika segala usaha dilakukan untuk menghalang-halangi kemajuan Islam, maka para du’at ilallah, harakah Islam atau partai politik Islam mampu mengatasinya dengan baik, bi idznillah.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا [الفتح/28]
Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS. Al-Fath : 28)

Rasulullah SAW bersabda :
ولا تزال هذه الأمة ظاهرين على من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم ظاهرون
Umat Islam ini senantiasa memperjuangkan kebenaran melawan musuk mereka, sampai datanglah putusan Allah atas mereka, yaitu meraih kemenangan. (HR. Bukhari)

Kemenangan Hamas Mengejutkan

Ikhwah sekalian…
Jika dunia dikejutkan dengan kemenangan besar gerakan Islam dan tertua dan terampuh di dunia, Ikhwanul Muslimin, yaitu kira-kira 20% dari keseluruhan kursi yang diperebutkan, giliran HAMAS menjadi perhatian dunia dengan menang besar dalam pemilu yang pertama kali diikutinya pada Januari 2006 lalu, yaitu sebanyak 74 kursi. Kemenangan pertama dalam keikutsertaan pemilu yang pertama.

Gerakan yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Yasin ini telah membuktikan kemampuan dan kesediannya untuk memimpin rakyat Palestina ke arah masa depan yang lebih jelas. Dapat dilihat bahwa rakyat sudah bosan dengan sikap Partai Fatah sebagai penguasa yang memberikan janji-janji kosong berkaitan pembebasan Palestina, namun justru tunduk di bawah tekanan Amerika dan Israel.

Bagaimana Hamas Meraih Dukungan Mayoritas?

Kemenangan Hamas dipengaruhi oleh dua faktor; internal dan eksternal.

A. Faktor Internal
Sebagian faktor penting yang inheren dengan Gerakan Hamas adalah sebagai berikut.

1. Keteladanan
Keteladanan inilah yang langsung dibuktikan oleh qiyadah dakwah, Syaikh Ahmad Yasin. Meskipun sekujur tubuh beliau lumpuh, kecuali hanya bagian kepala beliau yang mulia, beliau tetap tegar dalam menggelorakan semangat jihad dan kemenangan. Yang terpancar dari wajah beliau adalah aura kemenangan. Teladan ini pula yang ditorehkan oleh Ahmad Durrah yang notabene mewakili akar rumput dalam pembelaan terhadap perjuangan dan perlawanan. Subhanallah, keduanya meraih impian besar mereka, mati sebagai syahid.

Itulah teladan dalam pengorbanan, kesungguhan perjuangan, sikap amanah, perilaku bersih, dan dekat dengan rakyatnya (pembelaan).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3) [الصف/2، 3]
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash-Shaf : 2-3)

2. Perlawanan tidak kenal henti melawan pendudukan
Di saat Partai Fatah yang berkuasa bertekuk lutut di depan penjajah, dan kebijakan yang ditenpuh pemerintahan mereka tidak pernah membuahkan hasil nyata, Hamas hadir meyakinkan rakyat, bahwa Palestina haruslah merdeka, dan sejarah telah membuktikan bahwa perundingan tidak pernah membuahkan hasil. Oleh karena itu, hanya ada satu jalan pembebasan, yaitu dengan perlawanan mengangkat senjata.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ [العنكبوت/69]
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut : 69)

3. Program yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat
Hamas meyaknikan rakyatnya dengan hasil perjuangan angkat senjata, di sisi lain Hamas getol mengambil hati rakyat Palestina melalui berbagai jenis kegiatan sosial yang dilakukan. Mereka begitu komitmen memastikan rakyat terbela nasibnya dalam segala aspek: bantuan makanan, tempat tinggal, dan pembelaan keluarga. Mereka begitu dekat dengan rakyat, senantiasa bersedia pada setiap masa, peka dan sensitif dengan penderitaan yang dialami rakyat.
سيد القوم خادمهم
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. (dikutip dari kitab Faidhul Qadir Syarh Al-jami’ Ash-Shaghir karya Imam Munawi)

4. Kaum perempuan Hamas terjun langsung di tengah-tengah masyarakat
Hamas memiliki progran-program sosial dengan sasaran perempuan, seperti program bantuan untuk janda perang, orang miskin, menyediakan klinik kesehatan, sekolah TK, bahkan salon kecantikan dan tempat senam khusus perempuan. Itu sebabnya, banyak kaum perempuan Palestina terpikat dengan Hamas. Pada pemilu tingkat Kabupaten, misalnya, jumlah pendukung Hamas dari kalangan perempuan jauh lebih besar dibandingkan dari kalangan laki-laki.

Dukungan untuk Hamas tidak diperoleh dalam sekejap selama masa kampanye. Jauh sebelumnya, kaum perempuan Hamas telah masuk ke kalangan masyarakat luas. Mereka dilibatkan tidak hanya dalam kegiatan keagamaan, tetapi juga dalam program-program sosial untuk kaum perempuan, seperti kelompok sosial, kursus kepemimpinan, kelas-kelas pengajian Al-Qur’an, bahkan kelas komputer dan internet. Respon rakyat atas kegiatan politik kaum perempuan Hamas ternyata sangat baik. Ahlan Shameli (21 th), mahasiswa komputer, mengatakan, “Sebelum Hamas (menjalankan programnya), perempuan tidak melek situasi politik. Hamas-lah yang menunjukkan dan menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Perempuan sekarang jauh lebih sadar.”

5. Peningkatan mobilitas perempuan Hamas saat kampanye
Di masa kampanye, kaum perempuan Hamas ditugaskan untuk mendatangi rumah-rumah calon pemilih dan tempat pemungutan suara guna meraih dukungan. Kaum perempuan juga dilibatkan dalam kampanye di kampus-kampus. Abu Sada, profesor ilmu politik dari Al-Azhar Univeristy mengatakan, “Kegiatan yang ditunjukkan oleh kaum perempuan Hamas adalah fenomena baru dalam amsayarakat Palestinba dan Hamas sendiri.” Sebelumnya, nilai sosial yang berlaku di masyarakat melarang perempuan berkampanye di jalan-jalan. Menurut Jamila Al Shanty (48), profesor di Islamic University yang memenangi satu kursi parlemen mengatakan: “Perempuan, khususnya istri para pemimpin Hamas, telah memainkan peran penting dalam kepemimpinan Hamas. Namun, kegiatan mereka sengaja tidak dipublikasikan untuk melindungi mereka dari serangan Israel.” Kaum perempuan bagi Hamas menjadi semacam senjata rahasia yang tidak diketahui lawan. Karena itu, Hamas menempatkan enam perempuan di parlemen. Mereka akan jadi kunci sukses Hamas selanjutnya.

6. Wakil rakyat yang kompeten
Selektivitas Hamas dalam mengajukan wakil-wakil rakyat untuk duduk di Parlemen sangat ketat. Kebanyakan wakil-wakil rakyat dari Hamas memiliki latar belakang akademik yang cuku tinggi, lulusan universitas, ahli-ahli profesional, serta mereka yang populer di kalangan rakyat melalui kerja-kerja kebajikan yang dilakukan.

Kerja keras Hamas di atas diimbangi dengan kredibilitas ubudiyah dan ruhiyah serta dibarengi dengan kepercayaan sepenuh hati bahwa kemenangan pasti akan segera datang. Allaahu akbar walillaahil hamd.

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mendukung kemenangan Hamas adalah rendahnya moralitas pemimpin Partai Fatah. Praktik korupsi di kalangan Partai Fatah, terutama pemimpinnya mempengaruhi dukungan rakyat terhadap mereka. Terbongkarnya harta berjuta dolar milik rakyat Palestina pasca-kematian Yasser Arafat yang disimpan di rekening pribadinya di luar rekening negara.

Inilah dosa Partai Fatah yang dengan cerdas dimainkan oleh Hamas, sehingga isu besar yang diangkat oleh Hamas dalam kampanye-kampanyenya adalah pentingnya clean giverment dan keseriusan memerangi korupsi.

Ikhwan sekalian…
Dukungan umat dan pilihan rakyat Indonesia akan dengan sendirinya mengalir pada partai dakwah ini ketika ada bukti nyata dari konsep “give and take” dalam diri setiap kader, terutama pejabat publik dari partai dakwah ini. Karena itu, ayyuhal ikhwah! Bersabarlah, lipat gandakan kesabaran dan jaga semangat.

Jadilah Anda orang yang dapat merealisasikan cita-cita umat dan harapan rakyat. Dan berbahagialah dengan dua kebaikan; kemenangan di depan mata atau jannatullah, surga penuh kenikmatan.

Allah SWT berfirman:
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ [يوسف/56]
Dan demikian pulalah kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi, dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. (QS. Yusuf : 56)

وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ [القصص/5]
Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS. Al-Qashash : 5)

قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ [البقرة/249]
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 249)

Semoga kemenangan Hamas dan ketegaran mereka dalam menghadang segala rintangan sampai detik ini memberi inspirasi dan ghirah perjuangan setiap kader dakwah untuk meraih kemenangan, sekaligus menjadi lembaran sejarah menuju Indonesia baru yang didam-idamkan. Insya Allah.

dari blog --> muchlisin.blogspot.com [sumber: Buku Seri Taujih Pekanan jilid II]