يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (45) وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا (46) [الأحزاب/45، 46]
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi dai (penyeru) kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi (QS. Al-Ahzab : 45-46).
Salah satu misi kerasulan sebagaimana informasi ayat di atas adalah sebagai dai yang menyeru ke jalan Allah (da’iyat ilallah). Dakwah hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah kepada Allah semata, sebagaimana Allah SWT berfirman,
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ [الحج/67]
Bagi tiap-tiap umat Kami telah tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini, dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya, kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj : 67)
Ayat di atas menggunakan kata kerja perintah (fi’il amr) “wad’u ilaa rabbika, serulah kepada tuhanmu.” Tujuan utama dakwah telah ditetapkan dengan tegas oleh Allah dengan rumusan Ilallah atau ilaa rabbika.
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman,
وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [القصص/87]
…dan serulah mereka kepada Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik (QS. Al-Qashash : 87)
Perintah berdakwah mengajak manusia ilaa rabbika, kepada Tuhanmu, dikaitkan langsung dengan larangan syirik. Hal ini semakin memperjelas rumusan tujuan utama dalam dakwah, yakni semata-mata mengajak manusia kepada Allah tanpa mempersekutukan dengan sesuatu apapun.
Allah juga berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآَبِ [الرعد/36]
…katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali” (QS. Ar-Ra’du : 36)
Ilaihi ad’u (kepada-Nya sajalah aku menyeru manusia) dan wailaihi ma’aab (kepada-Nya aku kembali). Proses dakwah harus senantiasa terjaga autentisitasnya, menyeru kepada Allah, dan berpaling dari selain Allah. Pada bagian lain, Allah menggambarkan tujuan utama dakwah sebagai ilaa sabiili rabbika, sebagaimana firman—Nya,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ [النحل/125]
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik… (QS. An-Nahl : 125)
Menyeru manusia menuju kepada jalan Tuhan, bukan jalan-jalan yang lain, sebab hanya jalan Allah yang lurus. Allah menghendaki umat dibawa menuju jalan yang satu, jalan Allah, jalan ketuhanan, yang akan menyelamatkan manusia.
Tujuan dakwah yang dilakukan oleh setiap utusan Allah dari zaman ke zaman senantiasa sama, yakni mengajak manusia kepada Allah, tak ada tujuan yang lain. Mereka mengajak umatnya, agar menyembah hanya kepada Allah dan menjauhi tuhan sesembahan selain Allah.
Nabi Nuh a.s. mengajak umatnya menyembah Allah,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ [الأعراف/59]
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain-Nya…” (QS. Al-A’raf : 59)
Demikian pula Nabi Hud a.s., beliau menyeru umatnya menuju tauhid, sebagaimana firman Allah SWT,
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ [هود/50]
Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain Dia…” (QS. Hud : 50)
Nabi Shaleh a.s. mengajak kaum Tsamud menyembah kepada Allah semata dengan meninggalkan sesembahan selain-Nya (QS. Al-A’raf : 73). Nabi Syuaib menyerukan hal yang serupa kepada penduduk Madyan (QS. Al-A’raf : 85). Pendek kata, seluruh rasul telah diberikan misi yang sama kepada umatnya masing-masing, sebagaimana telah difirmankan Allah SWT,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ [النحل/36]
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah taghut itu”… (QS. An-Nahl : 36)
Dengan demikian, seluruh aktifitas dakwah dari masa ke masa hingga akhir zaman tiba, telah disatukan oleh kesatuan tujuan utama, yaitu mengajak manusia kepada Allah dengan menyembah-Nya tanpa mempersekutukan dengan ilah-ilah yang lain.
Beberapa Keutamaan Besar yang Lain (Lahaa Fadhaa’il ‘Azhiimah Ukhra)
Terdapat sejumlah keutamaan yang amat mendasar pada kalimat syahadat yang diikrarkan setiap Muslim, selain yang disebutkan sebagiannya di muka. Diantara keutamaan yang fundamental pada kalimat syahadat ini adalah sebagai berikut:
Memberikan Kejelasan Identitas (I’tha’ Wudhuuh Al-Hawiyyah)
Seseorang yang telah mengikrarkan syahadat akan memiliki identitas dan karakter diri yang jelas dan kukuh. Ia menjadi pribadi yang spesifik (mutamayiz) dan segera terbedakan dengan yang lain. Seseorang yang berikrar syahadat akan tercelup dalam warna ketuhanan dan kenabian dalam segala aktifitas hidupnya.
Keimanan yang diikrarkan dengan kalimat syahadat akan membuahkan karakter diri, sebagaimana manusia dengan beraneka ragam ideologinya akan memiliki batas-batas identitas yang jelas dan membedakan mereka dari yang lain. Seseorang yang terwarnai oleh ideologi kapitalisme akan melahirkan pandangan, sikap hidup, dan tingkah laku yang sesuai dengan prinsip kebendaan. Demikian pula jika seseorang terwarnai oleh ideologi sosialisme atau komunisme, akan melahirkan pandangan, sikap hidup, dan tingkah laku yang khas sesuai tuntutan ideologi tersebut.
Kalimat syahadat melahirkan pandangan, sikap hidup dan perilaku yang rabbani. Cara berpikir, sudut pandang, cara merasakan, cara menikmati, sampai pada hal-hal praktis aplikatif dalam kehidupan, seperti: perkataan, perbuatan, penampilan, dan selera, akan terwarnai dalam keimanan kepada Allah. Inilah identitas yang sangat jelas dan kuat pada setiap orang yang mengikrarkan syahadat.
Mendatangkan Kebahagiaan Hakiki (I’tha’ haqiqah As-Surur)
Kalimat syahadat akan memberikan kebahagiaan hakiki kepada setiap orang yang mengikrarkannya. Kebahagiaan adalah masalah hati dan cara merasakan kehidupan. Tanpa dibimbing oleh iman yang terungkap dalam ikrar syahadat, seseorang akan cenderung memiliki hati yang tidak mengenal batas kebutuhan, perasaannya serba tidak puas dengan segala yang dimiliki, serta merasa serba kurang dengan berbagai kelimpahan harta dan sarana yang ada.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada kebahagiaan dan kenikmatan sempurna bagi hati, kecuali dalam mencintai Allah (mahabbatullah) dan taqarub kepada Allah dengan hal-hal yang dicintai-Nya. Mahabatullah tidak mungkin terwujud, kecuali dengan berpaling dari yang dicintai selain-Nya. Inilah hakikat laa ilaaha ilallah. Ia adalah agama Ibrahim Al-Khalil, juga agama semua nabi dan rasul.”
Demikianlah, kebahagiaan hakiki menjadi milik orang berikrar syahadat, karena mereka telah memilih jalan yang benar.
Rasulullah bersabda,
اسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه
Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha ilallah secara tulus ikhlas dari hatinya (HR. Bukhari)
Mengantarkan Umat Menuju Kemenangan (Qiyaadah Al-Ummah Nahwa An-Nashr)
Jika kita tengok sejarah kenabian, faktor apakah yang menyebabkan kaum Muslimin generasi pertama mencapai kemenangan dakwah? Sejumlah faktor bisa kita kemukakan, diantaranya soliditas umat Islam, kepemimpinan yang tangguh, ketaatan dan loyalitas kepada pimpinan, semangat juang yang tinggi, semangat pengorbanan dan kekuatan tekad. Akan tetapi, landasan apakah yang mengantarkan kaum muslimin generasi awal memiliki sikap-sikap seperti itu?
Tidak ada jawaban lain, kecuali pengaruh kalimat syahadat dalam jiwa mereka. Ikrar setia kepada Allah dan Rasulullah SAW telah membuat mereka merelakan segala yang dimiliki untuk diberikan hanya kepada Allah. Harta, tenaga, waktu, bahkan jiwa telah mereka serahkan sepenuhnya untuk Allah. Lihatlah ketangguhan dan kegigihan para sahabat dalam memperjuangkan kebenaran Islam! Tanpa ragu, mereka melakukan pembelaan terhadap kebenaran hingga kematian menjemput mereka.
Sebaliknya, jika umat Islam tidak lagi memegangi kalimat syahadat yang terjadi adalah kehinaan menimpa mereka. Musuh-musuh akan bergembira melihat kelemahan kaum Muslimin. Terjadilah degradasi moral dan kerusakan akhlak, dalam berbagai segi kehidupan, sehingga tidak ada lagi komitmen terhadap Allah dan rasul-Nya. Dalam kondisi inilah kaum Muslimin senantiasa mencapai titik puncak kehancuran dan kelemahannya.
Mengantarkan Orang ke Surga (Qiyaadah Al-Insaan nahwa Al-Jannah)
Rasulullah SAW dalam banyak keterangan memberikan kabar tentang keutamaan kalimat syahadat. Orang-orang yang berikrar syadahat, akan mencapai surga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة
Barangsiapa meninggal sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, ia masuk surga. (HR. Muslim)
Abu Hurairah bercerita, bahwa Rasul SAW bersabda,
أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله لا يلقي الله بهما عبد غير شاك فيهما إلا دخل الجنة
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selai Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu Allah dengan kedua kalimat itu dan tidak ragu-ragu dengan keduanya, kecuali masuk surga (HR. Muslim)
Demikian juga Nabi SAW bersabda,
فمن لقيت من وراء هذا الحائط يشهد أن لا إله إلا الله مستيقنا بها قلبه فبشره بالجنة
Maka Siapa saja yang engkau temui di balik tembok ini, akan bersaksi bahwa tiada tuhan yang disembah selain Allah dengan keyakinan hati, sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga (HR. Muslim).
Keterangan-keterangan di atas menunjukkan sedemikian besar keutamaan kalimat syahadat.
dari blog : http://muchlisin.blogspot.com/2009/05/urgensi-syahadat-3.html [sumber: Buku Seri Materi Tarbiyah; Syahadat dan Makrifatullah]