Bangsa Indonesia telah menjalani sejarah panjang yang sangat menentukan dengan perjuangan yang berat dan kritis. Melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia melepaskan diri dari penjajahan. Selanjutnya, dimulailah upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, menyelenggarakan pemerintahan, serta membangun kehidupan berdasarkan kedaulatan rakyat. Namun tahun 1959, kehidupan demokrasi yang telah berusaha dibangun terhambat dengan diberlakukannya Demokrasi Terpimpin.
Harapan perubahan dan perbaikan yang muncul dengan lahirnya Orde Baru tidak bertahan lama. Pemerintahan ini senyatanya belum bisa menyelenggarakan kehidupan demokrasi sebagaimana dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Atas rahmat Allah Yang Mahakuasa, sampailah bangsa Indonesia pada momentum reformasi Mei 1998. Seluruh anak bangsa kembali mengukirkan harapan mulianya untuk meraih cita-cita kemerdekaan yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial.
Bertolak dari kesadaran tersebut maka dibentuklah Partai Keadilan yakni partai politik yang mengemban amanah dakwah demi mewujudkan cita-cita universal dan menyalurkan aspirasi politik kaum muslimin beserta seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Seiring berkembangnya dinamika aspirasi masyarakat dan untuk menjamin kelangsungan dakwah, maka Partai Keadilan menjelmakan diri menjadi Partai Keadilan Sejahtera.
Dalam rangka memberi landasan penyelenggaraan dan ketatalaksanaan kepartaian, dengan ini Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera menyusun Anggaran Dasar sebagai berikut:
BAB I
NAMA, ASAS, KEDUDUKAN, DAN ATRIBUT
Pasal 1
(1) Partai ini bernama PARTAI KEADILAN SEJAHTERA, yang selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut Partai.
(2) Partai didirikan di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 09 Jumadil ‘Ula 1423 bertepatan dengan duapuluh April tahun duaribu dua (20-04-2002), adalah kelanjutan Partai Keadilan yang didirikan di Jakarta pada hari Senin, tanggal 26 Rabi’ul Awwal 1419 bertepatan dengan duapuluh Juli tahun seribu sembilanratus sembilanpuluh delapan (20-07-1998).
Pasal 2
Partai berasaskan Islam.
Pasal 3
(1) Pusat Partai berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
(2) Partai membentuk kepengurusan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Partai dapat membentuk perwakilan di luar negeri bagi Warga Negara Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 4
(1) Partai memiliki atribut berupa lambang, bendera, mars, dan hymne.(2) Ketentuan tentang atribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Panduan Dewan
Pengurus Pusat.
BAB II
TUJUAN DAN KEGIATAN
Pasal 5
TUJUAN DAN KEGIATAN
Pasal 5
Tujuan Partai yaitu:
(1) Terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
(2) Terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridlai Allah subhanahu wa ta'ala, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 6
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Partai menjalankan kegiatan antara lain politik, dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial-kemasyarakatan, dan memberikan alternatif solusi terhadap berbagai persoalan bangsa dan negara.
Pasal 7
Partai menggunakan berbagai sarana yang tidak bertentangan dengan norma hukum dan kemaslahatan umum antara lain:
a. aktivitas politik, pendidikan dan pelatihan, dakwah, hukum, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mengarahkan dan mengatur kehidupan masyarakat serta dapat menyelesaikan persoalannya;
b. menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga pemerintahan; badan-badan penentu kebijakan, hukum, dan perundang-undangan; lembaga swadaya masyarakat;
c. menerima dan menyerap aspirasi serta mengutamakan dialog konstruktif dan kerja nyata dengan semua unsur masyarakat.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 8
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Setiap warga negara Indonesia dapat menjadi Anggota Partai sesuai dengan peraturan perundangundangan
Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 9
(1) Partai mengangkat dan memberhentikan Anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. Anggota Pendukung;
b. Anggota Inti; dan
c. Anggota Kehormatan.
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 10
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 10
Struktur organisasi Partai terdiri atas:
(1) Struktur organisasi Partai di tingkat pusat adalah:
a. Majelis Syura;
b. Dewan Pimpinan Tingkat Pusat;
c. Majelis Pertimbangan Pusat;
d. Dewan Pengurus Pusat; dan
e. Dewan Syari’ah Pusat.
(2) Struktur organisasi Partai di tingkat provinsi adalah:
a. Majelis Pertimbangan Wilayah;
b. Dewan Pengurus Wilayah; dan
c. Dewan Syari’ah Wilayah.
(3) Struktur organisasi Partai di tingkat kabupaten/kota adalah:
a. Majelis Pertimbangan Daerah;
b. Dewan Pengurus Daerah; dan
c. Dewan Syari’ah Daerah.
(4) Struktur organisasi Partai di tingkat kecamatan adalah Dewan Pengurus Cabang.
(5) Struktur organisasi Partai di tingkat kelurahan/desa/dengan sebutan lainnya adalah Dewan Pengurus Ranting.
(6) Selain struktur organisasi di atas, Partai membentuk Unit Pembinaan dan Pengkaderan Anggota.
(7) Ketentuan berkenaan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5), dan (6), diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Pusat.
BAB V
MAJELIS SYURA
Pasal 11
MAJELIS SYURA
Pasal 11
(1) Berfungsi sebagai lembaga “Ahlul Halli wal-‘Aqdi” (Majelis Permusyawaratan) Partai; dipimpin oleh seorang Ketua;
(2) Majelis Syura mempunyai tugas dan wewenang yaitu:
a. Memilih dan menetapkan Ketua Majelis Syura segera setelah pelantikan Anggota Majelis Syura terpilih oleh Anggota Inti Partai.
b. Atas usul Ketua Majelis Syura, menetapkan:
1) Ketua Majelis Pertimbangan Pusat;
2) Presiden, Sekretaris Jenderal, dan Bendahara Umum Dewan Pengurus Pusat;
3) Ketua Dewan Syari’ah Pusat; dan
4) Beberapa orang tertentu sebagai Anggota Majelis Pertimbangan Pusat, Dewan Pengurus Pusat, dan Dewan Syari’ah Pusat.
c. Mengubah dan menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai.
d. Menetapkan Platform, Visi, dan Misi Partai.
e. Menetapkan Kebijakan Dasar dan Rencana Strategis Partai.
f. Menetapkan anggaran belanja Majelis Syura.
g. Membahas program kerja tahunan, rancangan anggaran, laporan umum, laporan penggunaan anggaran, dan laporan kekayaan Partai.
h. Membentuk komisi-komisi tetap dan/atau sementara di lingkungan Majelis Syura.
i. Mengevaluasi kinerja Dewan Pimpinan Tingkat Pusat.
j. Menentukan sikap terhadap berbagai aliran, kelompok, dan permasalahan yang berkembang di Indonesia.
k.Menerima pengunduran diri pimpinan dan/atau anggota dari kepengurusan Partai yang diangkat berdasarkan Putusan Majelis Syura,
l. Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia atas rekomendasi Dewan Pimpinan Tingkat Pusat.
(3) Masa khidmah Majelis Syura adalah 5 (lima) tahun.
BAB VI
DEWAN PIMPINAN TINGKAT PUSAT
Pasal 12
DEWAN PIMPINAN TINGKAT PUSAT
Pasal 12
Dewan Pimpinan Tingkat Pusat adalah lembaga tinggi Partai:
(1) Berfungsi sebagai Badan Pekerja Majelis Syura;
(2) Diketuai oleh Ketua Majelis Syura;
(3) Beranggotakan:
a. Ketua Majelis Pertimbangan Pusat,
b. Presiden Partai,
c. Ketua Dewan Syari’ah Pusat,
d. Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat, dan
e. Bendahara Umum Dewan Pengurus Pusat.
(4) Mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melaksanakan Putusan Majelis Syura,
b. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan Putusan Majelis Syura,
c. Menyelenggarakan Musyawarah Majelis Syura,
d. Mengesahkan rancangan struktur dan kepengurusan Partai di tingkat pusat,
e. Membuat kebijakan Partai berkenaan dengan pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, pasangan calon gubernur/ wakil gubernur, dan pemilihan lainnya yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, serta jabatan
strategis lainnya,
f. Merekomendasikan nama-nama calon yang akan ditempatkan pada posisi jabatan-jabatan sebagaimana yang disebut pada huruf e,
g. Dapat menentukan sikap Partai, yang kemudian dilaporkan kepada musyawarah Majelis Syura berikutnya, dalam hal Majelis Syura tidak dapat melaksanakan Pasal 11 ayat (2) huruf j,
h. Menentukan sikap terhadap fitnah, kritik, pengaduan, dan tuduhan yang berkaitan dengan Partai dan/atau Anggota Partai sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta Peraturan Partai dan/atau peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku,
i. Menunjuk utusan untuk mewakili Partai yang akan ditempatkan pada sebuah lembaga/organisasi, atau yang akan mengikuti konggres/seminar baik yang diadakan di dalam maupun di luar negeri,
j. Menugaskan kepada setiap Anggota Majelis Syura untuk mengadakan kunjungan kerja perseorangan ataupun bersama-sama di daerah pemilihannya atau daerah yang ditentukan.
k. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Peraturan dan Kebijakan Partai, memerintahkan Dewan Pengurus Pusat membekukan struktur organisasi dan/atau kepengurusan Majelis Pertimbangan Wilayah, Dewan Pengurus Wilayah, dan/atau Dewan Syari’ah Wilayah melalui mekanisme yang diatur dalam Putusan Majelis Syura,
l. Membahas Laporan Tahunan dan Laporan Pertanggungjawaban Majelis Pertimbangan Pusat, Dewan Pengurus Pusat, dan Dewan Syari'ah Pusat, serta Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Syura,
(5) Masa khidmah Dewan Pimpinan Tingkat Pusat adalah 5 (lima) tahun.
BAB VII
MAJELIS PERTIMBANGAN
Pasal 13
MAJELIS PERTIMBANGAN
Pasal 13
Kedudukan, fungsi, tugas, dan masa khidmah Majelis Pertimbangan:
(1) a. Pada tingkat pusat adalah Majelis Pertimbangan Pusat yang berkedudukan sejajar dengan Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Syari’ah Pusat, dengan masa khidmah 5 (lima) tahun;
b. Pada tingkat provinsi adalah Majelis Pertimbangan Wilayah yang berkedudukan sejajar dengan Dewan Pengurus Wilayah dan Dewan Syari’ah Wilayah, dengan masa khidmah 4 (empat) tahun;
c. Pada tingkat kabupaten/kota adalah Majelis Pertimbangan Daerah yang berkedudukan sejajar dengan Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Syari’ah Daerah, dengan masa khidmah 3 (tiga) tahun.
(2) Pengawasan, koordinasi, dan pertanggungjawaban Majelis Pertimbangan adalah sebagai berikut:
a. Majelis Pertimbangan Pusat berada di bawah pengawasan dan koordinasi Dewan Pimpinan Tingkat Pusat, serta bertanggung jawab kepada Majelis Syura;
b. Majelis Pertimbangan Wilayah berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Pusat melalui Musyawarah Wilayah;
c. Majelis Pertimbangan Daerah berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Wilayah melalui Musyawarah Daerah.
(3) Tugas dan wewenang Majelis Pertimbangan Pusat:
a. Memberi pertimbangan, rekomendasi, konsultasi, dan supervisi kepada Dewan Pengurus Pusat dan/atau Dewan Syari'ah Pusat, terhadap perumusan peraturan, pelaksanaan kebijakan, dan program Partai untuk menjamin tetap sesuai dengan tujuan Partai dan Putusan Majelis Syura;
b. Menetapkan dan mensosialisasikan Pedoman Partai;
c. Menetapkan/mengambil keputusan terhadap produk Peraturan Partai yang saling bertentangan atau tumpang tindih;
d. Membahas rancangan pedoman atas usul Dewan Pengurus Pusat atau Dewan Syari’ah Pusat;
e. Menyusun rencana program dan anggaran tahunan Majelis Pertimbangan Pusat untuk diajukan kepada Majelis Syura melalui Dewan Pengurus Pusat;
f. Mengajukan laporan kerja dan kinerja setiap 6 (enam) bulan kepada Dewan Pimpinan Tingkat Pusat.
BAB VIII
DEWAN PENGURUS
Pasal 14
DEWAN PENGURUS
Pasal 14
Kedudukan, fungsi, tugas, dan masa khidmah Dewan Pengurus:
(1) a. Pada tingkat pusat adalah Dewan Pengurus Pusat yang berkedudukan sejajar dengan Majelis Pertimbangan Pusat dan Dewan Syari’ah Pusat, dengan masa khidmah 5 (lima) tahun;
b. Pada tingkat provinsi adalah Dewan Pengurus Wilayah yang berkedudukan sejajar dengan Majelis Pertimbangan Wilayah dan Dewan Syari’ah Wilayah, dengan masa khidmah 4 (empat) tahun;
c. Pada tingkat kabupaten/kota adalah Dewan Pengurus Daerah yang berkedudukan sejajar dengan Majelis Pertimbangan Daerah dan Dewan Syari’ah Daerah, dengan masa khidmah 3 (tiga) tahun;
d. Pada tingkat kecamatan adalah Dewan Pengurus Cabang, dengan masa khidmah 2 (dua) tahun;
e. Pada tingkat desa/kelurahan atau dengan sebutan yang lain adalah Dewan Pengurus Ranting, dengan masa khidmah 1 (satu) tahun.
(2) Pengawasan, koordinasi, dan pertanggungjawaban Dewan Pengurus adalah sebagai berikut:
a. Dewan Pengurus Pusat berada di bawah pengawasan dan koordinasi Dewan Pimpinan Tingkat Pusat, serta bertanggung jawab kepada Majelis Syura;
b. Dewan Pengurus Wilayah berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Pusat melalui Musyawarah Wilayah;
c. Dewan Pengurus Daerah berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Wilayah melalui Musyawarah Daerah;
d. Dewan Pengurus Cabang berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Daerah melalui Musyawarah Cabang;
e. Dewan Pengurus Ranting berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Cabang melalui Musyawarah Ranting.
(3) Tugas dan wewenang Dewan Pengurus Pusat:
a. Menetapkan dan mensosialisasikan Panduan Dewan Pengurus Pusat;
b. Melaksanakan Manhaj Tarbiyah (Sistem Pembinaan dan Pengkaderan) Partai dan mengontrol pelaksanaannya;
c. Presiden Partai melakukan pembekuan struktur organisasi dan/atau kepengurusan Partai di tingkat kabupaten/kota tertentu, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan dan kebijakan Partai, atas persetujuan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat;
d. Ketentuan tentang pembekuan struktur organisasi dan/atau kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Pusat;
e. Menyampaikan laporan kerja dan kinerja setiap 6 (enam) bulan kepada Dewan Pimpinan Tingkat Pusat.
BAB IX
DEWAN SYARI’AH
Pasal 15
DEWAN SYARI’AH
Pasal 15
Kedudukan, fungsi, tugas, dan masa khidmah Dewan Syari'ah:
(1) a. Pada tingkat pusat adalah Dewan Syari’ah Pusat yang berkedudukan sejajar dengan Majelis Pertimbangan Pusat dan Dewan Pengurus Pusat, dengan masa khidmah 5 (lima) tahun;
b. Pada tingkat provinsi adalah Dewan Syari’ah Wilayah yang berkedudukan sejajar dengan Majelis Pertimbangan Wilayah dan Dewan Pengurus Wilayah, dengan masa khidmah 4 (empat) tahun;
c. Pada tingkat kabupaten/kota adalah Dewan Syari’ah Daerah yang berkedudukan sejajar dengan Majelis Pertimbangan Daerah dan Dewan Pengurus Daerah, dengan masa khidmah 3 (tiga) tahun.
(2) Pengawasan, koordinasi, dan pertanggungjawaban Dewan Syari’ah adalah sebagai berikut:
a. Dewan Syari’ah Pusat berada di bawah pengawasan dan koordinasi Dewan Pimpinan Tingkat Pusat, serta bertanggung jawab kepada Majelis Syura;
b. Dewan Syari’ah Wilayah berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Syari’ah Pusat melalui Musyawarah Wilayah;
c. Dewan Syari’ah Daerah berada di bawah pengawasan dan koordinasi, serta bertanggung jawab kepada Dewan Syari’ah Wilayah melalui Musyawarah Daerah.
(3) Tugas dan wewenang Dewan Syari'ah Pusat:
a. Menetapkan dan mensosialisasikan Fatwa dan Panduan Dewan Syari’ah Pusat;
b. Menetapkan putusan atas masalah-masalah syar’i yang dilimpahkan oleh Majelis Syura;
c. Menetapkan putusan atas masalah-masalah syar’i (qadha) di lingkungan Partai yang berasal dari Dewan Syari’ah Wilayah;
d. Menetapkan landasan syari’ah bagi Partai;
e. Menyampaikan laporan kerja dan kinerja setiap 6 (enam) bulan kepada Dewan Pimpinan Tingkat Pusat.
BAB X
DEWAN PIMPINAN TINGKAT WILAYAH
Pasal 16
DEWAN PIMPINAN TINGKAT WILAYAH
Pasal 16
(1) Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah adalah:
a. Majelis Pertimbangan Wilayah;
b. Dewan Pengurus Wilayah; dan
c. Dewan Syari'ah Wilayah.
(2) Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Koordinator dan penanggung jawab musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah adalah Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah.
BAB XI
DEWAN PIMPINAN TINGKAT DAERAH
Pasal 17
DEWAN PIMPINAN TINGKAT DAERAH
Pasal 17
(1) Dewan Pimpinan Tingkat Daerah adalah:
a. Majelis Pertimbangan Daerah;
b. Dewan Pengurus Daerah;
c. Dewan Syari'ah Daerah.
(2) Dewan Pimpinan Tingkat Daerah berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(3) Koordinator dan penanggung jawab musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Daerah adalah Ketua Majelis Pertimbangan Daerah.
BAB XII
DEWAN PENGURUS CABANG
Pasal 18
DEWAN PENGURUS CABANG
Pasal 18
(1) Struktur Partai di tingkat kecamatan adalah Dewan Pengurus Cabang.
(2) Struktur kepengurusan Dewan Pengurus Cabang diatur oleh Dewan Pengurus Daerah, dengan memperhatikan hasil musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Daerah.
BAB XIII
DEWAN PENGURUS RANTING
Pasal 19
DEWAN PENGURUS RANTING
Pasal 19
(1) Struktur Partai di tingkat desa/kelurahan adalah Dewan Pengurus Ranting.
(2) Struktur kepengurusan Dewan Pengurus Ranting diatur oleh Dewan Pengurus Cabang, dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pengurus Daerah.
BAB XIV
RANGKAP JABATAN
Pasal 20
RANGKAP JABATAN
Pasal 20
Setiap Anggota Partai dilarang merangkap jabatan dalam seluruh kepengurusan Partai, kecuali keanggotaan dalam Majelis Syura dan Unit Pembinaan dan Pengkaderan Anggota.
BAB XV
KEPENGURUSAN FRAKSI PARTAI
PADA LEMBAGA PERWAKILAN
Pasal 21
KEPENGURUSAN FRAKSI PARTAI
PADA LEMBAGA PERWAKILAN
Pasal 21
(1) Partai dapat membentuk kepengurusan Fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Fraksi adalah pelaksana kebijakan dalam rangka optimalisasi dan efektivitas peran Partai di Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Kewenangan pembentukan kepengurusan Fraksi serta penempatan dan pemberhentian kepengurusan Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia/ Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Pusat atas persetujuan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat;
b. Untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Wilayah atas persetujuan Dewan Pengurus Pusat, dengan memperhatikan rekomendasi musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah;
c. Untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Daerah atas persetujuan Dewan Pengurus Wilayah, dengan memperhatikan rekomendasi musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan dan pembubaran kepengurusan Fraksi serta penempatan dan pemberhentian anggota kepengurusan Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) diatur dengan Panduan Dewan Pengurus Partai.
BAB XVI
PERGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA PARTAI
PADA LEMBAGA PERWAKILAN
Pasal 22
PERGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA PARTAI
PADA LEMBAGA PERWAKILAN
Pasal 22
(1) Partai menempatkan dan memberhentikan (pergantian antarwaktu) anggotanya pada lembaga perwakilan.
(2) Kewenangan pemberhentian (pergantian antarwaktu) anggota Partai pada lembaga perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia/Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Pusat atas persetujuan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat;
b. Untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Wilayah atas persetujuan Dewan Pengurus Pusat, dengan memperhatikan rekomendasi musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah;
c. Untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan Surat Keputusan Dewan Pengurus Daerah atas persetujuan Dewan Pengurus Wilayah, dengan memperhatikan rekomendasi musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pemberhentian (pergantian antarwaktu) anggota Partai pada lembaga
perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), diatur dengan Panduan Dewan Pengurus Partai.
BAB XVII
PERGANTIAN KEPEMIMPINAN
DALAM KONDISI KHUSUS
Pasal 23
PERGANTIAN KEPEMIMPINAN
DALAM KONDISI KHUSUS
Pasal 23
(1) Dalam hal kepemimpinan pada kepengurusan Partai di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau desa/kelurahan tidak dapat meneruskan amanahnya, Partai dapat menunjuk pejabat sementara, pelaksana tugas harian, atau pejabat yang melaksanakan tugas.
(2) Ketentuan berkenaan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Pedoman Partai.
BAB XVIII
MUSYAWARAH
Pasal 24
(1) Musyawarah adalah prinsip dalam pengambilan keputusan yang diselenggarakan oleh struktur organisasi Partai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(2) Pengambilan Keputusan dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, ijma (aklamasi), atau pemungutan suara (voting).
(3) Jenis-jenis Musyawarah berdasarkan jenjang pengambilan keputusan adalah:
a. Musyawarah Majelis Syura,
b. Musyawarah Nasional,
c. Musyawarah Wilayah,
d. Musyawarah Daerah,
e. Musyawarah Cabang, dan
f. Musyawarah Ranting.
BAB XIX
HUBUNGAN KEORGANISASIAN
Pasal 25
(1) Partai melakukan hubungan resmi dengan lembaga-lembaga dalam dan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
(2) Ketentuan tentang hubungan keorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Panduan Dewan Pengurus Pusat.
BAB XX
KEUANGAN
Pasal 26
a. Iuran Anggota,
b. Sumber yang halal dan sah serta tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, dan
c. Bantuan dari anggaran negara.
(2) Ketentuan mengenai keuangan dan perbendaharaan Partai diatur dengan Panduan Dewan Pengurus Pusat.
BAB XX
PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 27
(1) Partai dapat memberi penghargaan kepada Anggota, Pengurus, atau struktur organisasi atas prestasi, jasa, dan/atau sikap perilaku disiplin berpartai.
(2) Partai menjatuhkan sanksi berupa sanksi administratif, pembebanan, pemberhentian sementara, penurunan jenjang keanggotaan, dan pemberhentian dari keanggotaan atas perbuatan Anggota yang melanggar aturan syari’ah dan/atau organisasi, menodai citra Partai, atau perbuatan lain yang bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan/atau peraturan-peraturan Partai lainnya.
(3) Partai dapat memberi penghargaan kepada instansi, lembaga, dan orang perseorangan yang berjasa luar biasa kepada negara dan bangsa Indonesia, Dakwah Islamiyah, dan/atau Partai.
(4) Ketentuan yang mengatur tentang institusi, prosedur, dan tata cara penegakan disiplin, pemberian penghargaan, dan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3), diatur dalam Pedoman Partai.
BAB XXII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 28
(1) Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan atas usul Dewan Pimpinan Tingkat Pusat dan/atau Anggota Majelis Syura.
(2) Usul Anggota Majelis Syura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) orang Anggota Majelis Syura.
(3) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Majelis Syura dengan mencantumkan bab, pasal, ayat, serta bagian-bagian yang diusulkan untuk diubah berikut alasannya dalam 1 (satu) naskah, dan harus ditandatangani oleh seluruh pengusul pada setiap lembar/halaman naskah tersebut.
(4) Putusan diambil dengan persetujuan dua pertiga dari jumlah Anggota Majelis Syura.
BAB XXIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Segala peraturan, struktur organisasi, dan badan Partai yang ada dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan/ atau belum diadakan yang baru berdasarkan Anggaran Dasar ini.KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(2) Dalam hal pembentukan struktur Partai di suatu provinsi, kabupaten/kota, atau kecamatan di wilayah Republik Indonesia belum dapat dilakukan, Dewan Pengurus Pusat, atas izin Dewan Pimpinan Tingkat Pusat, menunjuk Perwakilan Partai, yang ketentuannya diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Pusat.
(3) Seluruh struktur organisasi Partai sudah sesuai dengan Anggaran Dasar ini paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Anggaran Dasar ini disahkan.
BAB XXIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Dalam hal terdapat keadaan yang tidak memungkinkan terlaksananya salah satu dan/atau beberapa ketentuan Anggaran Dasar ini maka ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan Putusan Majelis Syura.
Pasal 31
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga dan/ atau Peraturan Partai lainnya.
Pasal 32
Perubahan Anggaran Dasar Partai Keadilan Sejahtera ini ditetapkan dalam Musyawarah Majelis Syura III pada hari Sabtu tanggal 24 Syawwal 1426 H bertepatan dengan duapuluh enam November tahun duaribu lima (26-11-2005) di Jakarta, dan dinyatakan berlaku sejak ditetapkan.
MAJELIS SYURA
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
KETUA,
HILMI AMINUDDIN
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
KETUA,
HILMI AMINUDDIN
Sumber : pk-sejahtera.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar