Oleh :
Mukhamad Najib
PKS-Jaksel: Kemenangan adalah kata yg dirindukan oleh semua pasukan bahkan mungkin pula oleh setiap orang. Karena kemenangan selalu dimaknai sebagai awal dari sebuah kejayaan, dan didalamnya dipenuhi dengan berbagai keindahan. Partai politik di mendan pemilu adalah pasukan yang rindu kemenangan. Para calon kepala daerah dan partai pengusung serta para konstituen pendukungnya di medan pilkada adalah pasukan yg rindu kemenangan.
Setiap pasukan harus menyiapkan diri, mengembangkan strategi, melakukan aksi untuk meraih prestasi bergengsi. Jika dalam pemilu legislatif terminologi kemenangan memiliki ukuran yg relatif, namun dalam medan pilkada kemenangan hanya memiliki makna tunggal, yakni menjadi nomor satu. Dalam pilkada hak kemenangan hanya diberikan kepada mereka yang nomor satu. Selebihnya sama sekali tidak akan mendapatkan apapun. Pilkada juga berbeda dengan lomba lari, dimana nomor dua tetap dianggap juara, sehingga tetap layak mendapat medali.
Oleh karena itu mempersiapkan diri dengan persiapan yang terbaik dan melakukan aksi degan aksi terbaik menjadi salah satu syarat untuk bisa menjadi yang pertama. Namun itu bukan jaminan bagi sebuah kemenangan. ada faktor determinan yang mutlak dalam setiap kemenangan, yakni kesesuaian dengan kehendak Allah swt. Allah sendiri mengatakan 'kamu berencana dan Allahpun berencana, maka rencana Allah lah yang pasti terjadi', di ayat lain Allah juga mengatakan 'dan bukan kamu yg melempar tapi Allah lah yg melempar’. Oleh karenanya segala persiapan dan strategi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan apa yang dikehendaki Allah swt jika sebuah pasukan menginginkan kemenangan itu datang.
Tentu kita harus memahami faktor dasar kepada siapa Allah memberi kemenangan. Dalam hal ini Umar bin khatab pernah mengatakan: “kemenangan kalian bukanlah karena kehebatan kalian, tapi karena dosa-dosa yg diperbuat musuh kalian. Kalau kalian melakukan dosa yang sama seperti musuh-musuh kalian, maka tidak ada alasan bagi Allah untuk memenangkan kalian”. Faktor kemenangan sebagaimana dikakatan oleh Umar sangat jelas, yakni adanya perbedaan perilaku.
Jika diterjemahkan dalam bahasa Michael Porter, ahli strategi dari Harvard, kemenangan di arena persaingan membutuhkan kemampuan untuk bisa menciptakan diferensiasi dari apa yg dilakukan pesaing. Yaitu sebuah kemampuan untuk menciptakan sejumlah perbedaan dibandingkan pesaing. Perbedaan yang dimaksud disini tentu bukan lah perbedaan yang bersifat artificial, atau sekedar menciptakan perbedaan ditataran permukaan. Perbedaan yang harus ditampilkan disini adalah perbedaan dalam hal yang lebih mendasar, yakni perbedaan dari sisi value dan benefit yang ditawarkan.
Dalam konteks politik diferensiasi dapat melahirkan kemampuan bersaing yang lebih baik sepanjang perbedaan yang ditunjukkan bersifat konsisten dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Perbedaan yang harus dibangun bukan hanya pada tataran orang, namun harus lebih mendasar dari itu, yakni perbedaan dari sisi value, tujuan dan cara. Misalnya jika selama ini kecurangan adalah senjata yang dimainkan oleh banyak orang untuk meraih kemenangan. Kemudian masyarakat melihat ada harapan baru dari munculnya generasi baru yang menolak kecurangan. Kalah dalam kejujuran adalah lebih mulia, sementara kemenangan dengan kecurangan hanyalah sebuah kehinaan. Jika hal ini dilakukan secara konsisten, maka hal ini akan menjadi daya tarik. Ada alasan bagi mereka yang rindu kejujuran untuk menentukan pilihan. Dan ini telah terjadi pada tahun 2004, dimana masyarakat menerima uang dari semua kontestan, namun dalam hal pilihan masyarakat justru memilih mereka yang bersih dan peduli.
Memang dalam politik situasi aksi reaksi seringkali sulit dihindari. Rasanya kita ingin selalu membalas apa yang dilakukan oleh lawan. Disinilah akhirnya banyak yang terjebak untuk melakakukan tindakan yang sama dengan apa yang dilakukan lawannya. Jika lawan sudah mulai pasang poster besar-besaran sebelum waktunya datang, kitapun terjebak untuk melakukan hal yang sama, dan begitu seterusnya. Akibatnya diferensiasi tidak mudah dikenali. Begitu juga jika lawan menawarkan uang dan jabatan untuk sebuah kerja sama politik, kita terjebak untuk menganggap hal yang sama sebagai suatu yang biasa, sehingga kitapun melakukannya. Akibatnya politik bukan lagi sebagai alat perjuangan untuk mewujudkan idealisme, melainkan sekedar aktifitas yang bisa dimaknai sebagai proyek semata. Karena sekedar proyek, maka para pekerja politik tidak pernah merasa kemenangan adalah hal yang harus diperjuangkan dengan kesungguhan jiwa dan ragannya. Karena mereka berfikir menang atau kalah kandidat, para pelaksana proyek pasti akan tetap selalu ”menang”, terlebih lagi jika proyek bersifat pra bayar. Jika hal ini yang sebenarnya terjadi, maka di mata masyarakat semuanya nampak tiada beda. Lalu apa alasan rakyat harus memilih satu kelompok, jika setiap kelompok memiliki tampilan yang sama ? Sebagaimana dikatakan Umar, apa alasan Allah memenangkan kalian jika perilaku kalian tak beda nyata dengan musuh-musuh kalian? (M. Najib)
Sumber : http://www.pks-jaksel.or.id/Article1012.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar