(inilah.com /Dokumen)
INILAH.COM, Jakarta - Berapa jumlah pasti kabinet SBY-Boediono mendatang masih belum jelas. Tetapi bocoran dari salah satu petinggi parpol menyebutkan jatah kursi kabinet untuk koalisi mencapai 17 dari 33 pos menteri yang akan dibentuk. Inikah potret zaken kabinet 'impian' tersebut?
Adalah Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, yang membeberkan jumlah kursi menteri yang bakal dinikmati anggota koalisi. Menurutnya, angka itu justru muncul dari mulut SBY. "Ini juga menegaskan yang menyangka dari parpol tidak profesional, tapi bukan sekadar bagi-bagi (kekuasaan)," jelas Tifatul.
Lantas pantaskah upaya 'keras' koalisi diganjar 17 pos menteri? Analis politik dari Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi berpendapat angka 17 terlalu banyak untuk parpol. Apalagi, bila SBY ingin membentuk kabinet kerja atau zaken kabinet. Menurutnya, bila hal itu dilakukan maka SBY hanya melakukan pengulangan dari duet SBY-JK.
"Bisa saja menteri parpol masuk asalkan memenuhi prinsip profesionalitas, kompetensi dan pakta integritas. Tapi faktanya selama ini menteri dari parpol kurang profesional. Porsi yang ideal adalah 60-70% menteri dari profesional dan 30-40% menteri dari parpol," nilai Burhan.
Hal senada juga dilontarkan pengamat politik Yasraf Amir Piliang. Dirinya menduga dengan jumlah separuh dari total menteri maka akan ada figur yang ditempatkan tidak sesuai dengan kualifikasi. "Kalau diukur dari segi kabinet yang profesional, 17 dari parpol itu terlalu banyak, dalam pengertian dari segi efektivitas kurang baik. Akan ada yang right man tapi in the wrong place," ujar staf pengajar dari ITB ini.
Dirinya menjelaskan dalam Kabinet Indonesia Bersatu saat ini, masih banyak pos penting tidak dipegang tokoh yang tepat. Misalnya, jabatan menteri pendidikan dipegang seorang ahli ekonomi. Selain itu, jabatan Menko Kesra yang seharusnya ditempati figur yang peduli dengan masyarakat justru didapuk seorang kapitalis.
Ia pun berpendapat agar pos parpol hanya diberikan 10 persen dari total kabinet. Sementara sisanya ditempati kalangan profesional non parpol. "Itu bisa dilakukan SBY, karena partai Demokrat pada pemilu ini menjadi pemenang. 10 persen menteri dari parpol itu juga ideal karena akan mengurangi potensi terjadinya korupsi di departemen-departemen kementerian," urai Yasraf.
Karena itu, Guru besar Ilmu Administrasi Publik UI, Irfan Ridwan Maksum mengusulkan SBY hanya memasukkan 10 figur yang murni parpol. Selebihnya adalah profesional birokrasi termasuk yang memiliki latar belakang garis politik. "Bagaimana pun SBY harus aman, meskipun menampung usulan partai dia harus selektif, 10 orang dari parpol itu harus dari profesional," cetus Irfan.
Jika tetap ngotot mengambil 17 tokoh parpol maka Irfan meragukan SBY membentuk kabinet kerja yang profesional. Belum lagi, pemilahan politisi yang bakal menduduki jabatan publik itu juga tetap butuh diawasi. "Saya meragukan bahwa komitmen SBY membentuk kabinet profesionalis kalau semuanya dari parpol murni. Tapi kalau sedikitnya 10 kader parpol tapi yang profesional dalam bidang tertentu cukup kuat dan memiliki keterkaitan dalam birokrasi, itu menenangkan rakyat," ungkapnya.
Selain itu, dirinya juga mewanti-wanti SBY juga berhati-hati dalam menempatkan seorang tokoh menjadi menteri terutama pada pos kementerian departemen. Sebab, netralitas birokrasi menjadi terancam. "Menteri Perumahan Rakyat, Menneg PAN, Menteri Koperasi itu masih bisa diduduki oleh parpol. Kalau Mensos itu lebih baik tidak dari parpol, kalau Menko masih bisa. Kenapa begitu, karena kalau bukan dari parpol akan membuat organisasi linear ke bawah dapat bersikap netral," cetus Irfan.
Berapa jumlah yang pantas untuk wakil parpol yang bakal duduk di kabinet memang tidak akan habis menuai polemik. Sejatinya, SBY kini berhitung untuk lebih mengedepankan kapasitas dan kapabilitas ketimbang latar belakang politik seorang tokoh. Kalaupun ada warna politik yang mempengaruhi, itu hanya sekadar nilai plus dari sosok calon menteri tersebut.
Semestinya, SBY lebih percaya diri dengan dukungan publik yang diraihnya saat pemilu dan pilpres silam. Toh, topik parpol 'berkeringat' juga masih bisa diperdebatkan. Sehingga wajar bila hadiah 17 kursi menteri itu dikategorikan 'kemahalan' itu diturunkan. [ton]
Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/09/14/155713/mahalnya-17-kursi-menteri-pks-cs/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar