Rakyat muak melihat pertengkaran seperti itu, kata Tifatul Sembiring.
Arfi Bambani Amri
Arfi Bambani Amri
|
Menurut Tifatul, kalau ada pelanggaran hukum di manapun, harus diproses secara prosedur hukum yang berlaku. "Jangan terkesan seperti ''pride'', tersinggung harga diri korps padahal semuanya dibiayai dari uang rakyat dan dapat amanah dari rakyat," ujarnya.
Tifatul mengingatkan, tidak ada yang kebal hukum di negeri ini. "Mau cicak, mau buaya atau biawak, kalau melanggar ya harus kena sanksi. Ini demi menjunjung supremasi hukum, ini prinsip keadilan," ujar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat terpilih dari Sumatera Utara I itu.
Tifatul mengimbau, agar jangan semacam ada kesan perang antar lembaga, ini tidak sehat. ''Kalau ada bukti-bukti pelanggaran hukum, maka harus diproses secara aturan yang berlaku, itu prinsipnya, bukan dendam dan lain-lain," ujarnya.
Istilah cicak melawan buaya pertama kali dilansir Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian, Komisaris Jenderal Susno Duadji. Susno menyatakan itu setelah merasa dirinya disadap Komisi Pemberantasan Korupsi yang diistilahkannya sebagai "cicak."
Dan hubungan Polri-KPK ini mencapai puncaknya ketika dua pimpinan KPK yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah dijadikan tersangka penyalahgunaan wewenang ketika mencekal bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo.
Sumber : http://politik.vivanews.com/news/read/91062-tifatul__istilah_cicak_lawan_buaya_tak_etis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar