Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 17 September 2009

Sifat-Sifat Aktivis Da’wah

Oleh: Abu Ahmad
Kirim Print

Wahai saudaraku aktivis da’wah, keberadaan antum dalam menyebarkan da’wah Islam bukanlah perbuatan bid’ah, namun seperti pohon rindang nan lebat daun dan buahnya, memiliki akar yang kokoh dan cabang yang tinggi;

أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ

“Yang akarnya kokoh sedang cabangnya menjulang tinggi kelangit”
(QS. Ibrahim: 24)

Aktivis dakwah adalah orang yang menyebarkan kebaikan dan cahaya kepada orang yang berada disekelilingnya melalui gerak dan perbuatan, melalui cahaya yang mengharap ridlo Allah dan petunjuknya, dan dengan itu kebaikan dan pahala akan menghampiri diantara mereka, dan bagi mereka yang mengikutinya, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw: “Barangsiapa yang menyeru kepada hidayah maka baginya ganjaran seperti ganjaran orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun ganjaran mereka”. (HR. Muslim)


Wahai para aktivis da’wah, hendaknya kita selalu mengenang sabda Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh ka’ab bin Malik –semoga Allah meridloinya- yang mana beliau menceritakan bagaimana terjadinya baiat Aqabah kedua –baiat yang mampu menghalau syaitan, dan menggetarkan orang-orang Quraisy- dia berkata: “ … setelah sekelompok orang dari Aus dan Khajraz berkumpul bersama Rasulullah saw, dan mengecek setiap orang dari mereka keteguhan agama dan dirinya, Rasulullah saw bersabda kepada mereka: “Keluarlah kalian bersama saya 12 orang wakil ini untuk menjadi penyeru diartara kaumnya”. (HR. Ishaq dan Ahmad)

Jadi, tangga da’wah dan jalan pergerakan serta arah tarbiyah rabbaniyah terlaksana melalui pengambilan baiat para penda’wah yang memiliki kemampuan dalam diri mereka melakukan pembinaan dan meluruskannya atas apa yang dicintai Allah dan diridloi-Nya.

Tanggungjawab ini merupakan bagian dari perjanjian yang memiliki syarat-syarat dan ganjaran seperti yang telah Allah jelaskan tentang kisah Bani Israil dalam surat Al-Maidah, dimana Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرائيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيباً وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيل

“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari ) Bani Israil dan telah kami angkat diantara mereka 12 oran gpemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu Bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan kumasukkan ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir diantaramu sesudah itu, sesungguhnya ia talah tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Maidah: 12)

Dari ayat tersebut Allah menjelaskan perjanjiannya bersama Bani Israil, perjanjian dalam dua sisi ; syarat dan ganjaran, adapun perjanjan bersama para pemimpin pilihan yang merupakan keturunan dari nabi Ya’kub yang berjumlah 12 orang, sedangkan perjanjian dengan para pemimpin dan orang-orang yang berada dibelakang mereka sebagai perjanjian atas setiap individu, dan perjanjian ini seperti yang dikenal dalam ilmu usul; ibrahnya bukan karena pengkhususan suatu sebab namun karena keuniversalitas lafadz, yaitu perjanjian atas seluruh manusia yang memiliki hubungan yang erat dengan Allah.

Adapun syarat-syaratnya adalah: Mendirikan sholat dan mencakup seluruh substansinya, menunaikan zakat harta dan hati, zakat ilmu dan pengetahuan, kemudian beriman kepada para rasul dan mengakui mereka dan sesuatu yang dibawa oleh mereka dengan perintah untuk beribadah kepada Allah, menjauhi Thoghut, dan tidak cukup hanya beriman dalam ucapan saja namun harus diaplikasikan dalam menolong mereka, manhaj mereka, jejak mereka dan da’wah mereka yang mereka bawa yaitu dengan bentuk pinjaman dan pengorbanan harta dan jiwa, dan bahkan tidak hanya memberikan pinjaman namun juga mencakup pada melakukan ihsan dalam berinfak dan bersedekah, karena yang demikian merupakan pokok utama dalam setiap permasalahan sampai pada proses penyembelihan dan penumpahan darah dalam berkorban.

Kemudian setelah itu ganjaran sebagai manifestasi dari syarat

وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً

“Kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik”

Karena konsekwensi pinjaman adalah kembali kepada pemiliknya, maka bagaimana pinjaman ini akan kembali dan kapan terjadinya? tentunya pinjaman tersebut akan kembali di dalam dunia dan di Akhirat, karena ia merupakan sebab terhapusnya dosa dan masuknya surga-surga, hal ini merupakan ganjaran yang paling sempurna dengan perjanjian, adapau bagi yang mengkhianatinya maka hasilnya sangatlah jelas yaitu kerugian di dunia dan di Akhirat,d an yang demikian merupakan kerugian yang sangat jelas.

Kemudian setelah pemaparan yang singkat ini wahai para aktivis da’wah, bersegeralah untuk selalu berbaik sangka kepada dirimu sendiri, karena sebaik-baik peninggalan adalah sebaik-baik warisan, yaitu melalui tarbiyah dengan pemahaman yang mendalam, iman yang kokoh, dan amal yang berkesinambungan.

Setidaknya ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh para aktivis da’wah, yang mana telah kami klasifikasikan pada tiga bagian:

1. Sifat yang mesti dimiliki oleh setiap individu (sifat fardiyyah).
2. Sifat yang mesti dimiliki dalam berinteraksi dengan masyarakat dan komitmen terhadapnya (sifat kolektif).
3. Sifat yang mesti dimiliki dalam rangka meningkatkan kualitas da’wah dan jihad fi sabilillah.

PERTAMA:
SIFAT-SIFAT FARDIYYAH

Adapun sifat-sifat fardiyyah yang mesti dimiliki oleh seorang aktivis da’wah adalah sebagai berikut:

1. Setiap individu hendaknya mengetahui jati dirinya dan bersungguh-sungguh meningkatkan diri hingga mencapai tingkat ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, tunduk kepada segala sesuatu yang datang kepadanya, baik berupa perintah dan larangan. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya: “Yang disebut mujahid adalah orang yang bersungguh dalam taat kepada Allah”, maksudnya adalah sebelum kalian keluar ingin berhadapan dengan musuh dan memerangi mereka, hendaknya kalian menyiapkan diri semampu kalian dengan bersungguh-sungguh dan kontinyu memerangi musuh yang menguasai jiwa kalian yang selalu mengajak kalian berbuat ma’siat kepada Allah dan Rasul-Nya dan membangkang dari hukum yang telah di syari’atkan. Selama musuh ini masih melekat dalam diri kalian, sehingga menjatuhkan martabat kalian dan jauh dari ridla Allah SWT, maka kalian tidak akan mungkin mampu mengalahkan dan menguasai musuh Allah. Contoh yang lebih dekat adalah saat kalian memerangi manusia dari meminum khamar, namun dalam rumah kalian terdapat minuman tersebut, tentunya kenyataan seperti itu merupakan kontradiksi yang sangat gamblang antara perkataan dan perbuatan, dan akan menjadi penghancur wibawa kalian, penghalang aktivitas kalian, dan pembatas ruang lingkup kalian ditengah masyarakat umum.

Maka pertama kali yang harus kalian lakukan adalah menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah SWT dan melepasnya dari segala kebebasan yang bertentangan dengan syari’at Allah, baru setelah itu berda’wah kepada orang lain.

2. Setelah tingkatan jihad adalah tingkatan hijrah. Hijrah yang dimaksud disini bukanlah dalam arti dzahir; meninggalkan tempat tinggal dari kebisingan dan kesemrawutan, namun yang diinginkan adalah hijrah dari berbuat ma’siat kepada Allah menuju ketaatan dan ridla Allah SWT. Seorang muhajir hakiki adalah jika ia keluar dari tempat tinggalnya, karena dilingkungannya ia tidak menemui tempat yang layak untuk mempraktekkan secara leluasa hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya. Namun jika seseorang keluar dari tempat tinggalnya bukan dalam rangka meningkatkan ketaatan kepada Allah tapi untuk berbuat ma’siat kepada-Nya; sungguh ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar dan tidak akan memberikan manfaat sama sekali akan hijrahnya dari ujian dan musibah. sabagaimana yang telah dijelaskan oleh Raslullah saw dalam sabdanya saat ditanya tentang ma’na hijrah yang paling utama: “Adakah hijrah yang paling utama wahai Rasulullah? Rasul bersabda: hijrah dari sesuatu yang tidak disukai oleh Tuhanmu”. Dari sini jelas bahwa seseorang yang selalu melakukan ma’siat kepada Allah, maka hijrahnya dari tempat tinggalnya ketempat lain tidak ada nilainya sama sekali disisi Allah SWT, maka dari itu, saya mengingatkan kepada para aktivis untuk segera memerangi kekuatan besar yang berada dalam tubuh kalian sebelum kalian melakukan da’wah di alam luar, meencermati kondisi hati dan selalu memobilisasinya dengan ketaatan kepada Allah, baik dalam kadaan susah atau senang, sebelum berhadapan dangan kaum kuffar yang memerangi Islam. Hendaknya kalian -dengan kalimat sederhana- seperti seekor kuda yang diikat kuat dengan tali yang ditambatkan dibumi, walaupun begitu kuatnya mampu malepaskan diri dari ikatan tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Perumpamaan seorang mumin dan iman seperti seekor kuda yang memiliki berbagai perbedaan dari kuda liar yang selalu berkeliling mengitari lapangan, dan masuk kesetiap kebun, dengan gagah berani masuk kesuatu tempat yang terdapat tumbuhan/rumput yang hijau”.

Hendaknya sifat aktivis dakwah seperti seekor kuda liar dan melatihnya menjadi kuda peliharaan yang tertambat dengan tali.

3. Berusaha mendisiplinkan dan menertibkan aturan hidup, yaitu dengan lebih dahulu memerangi kebejatan lingkungan terdekat. Maksudnya disini adalah rumah tangga, hendaknya kalian memperbaiki rumah tangga kalian, kerabat, sahabat dekat dan lingkungan, bukan berarti dengan mencela, mencaci dan membantah mereka, namun dengan melakukan -secara individu dan interaksi sosial- sosialisasi akan keabsahan misi, prinsip dan ajaran Islam. Karena masyarakat yang terbiasa dengan melewati kehidupannya tanpa tujuan dan maksud yang jelas seperti halnya seekor binatang tidak mau mengikuti alur kehidupan kalian kecuali mereka telah melihat langsung gambarannya yaitu dengan memperlihatkan diri kalian kepada istri-istri, anak-anak, bapak-bapak, ibu-ibu, kerabat-kerabat dan sahabat kalian prilaku yang baik, walaupun pada awalnya kalian orang asing ditengah-tengah keluarga dan tempat tinggal kalian. Kursi jabatan yang selalu diimpikan kebanyakan orang dalam mimpi indahnya adalah tampuk kekuasaan dan jabatan yang enak, seakan seperti lampu yang penuh bara api yang panas bagi kalian. Ala kuli hal, kalian wajib melakuan perubahan kepada setiap orang yang kalian anggap paling dekat, dan katakanlah kapada saya: Demi Allah, adakah orang yang telah melakukan perbaikan dalam rumah tangganya, tidak mesti melakukan hal yang sama kepada orang lain? sungguh saya sangat gembira sekali dan tentram mendengar kabar adanya pergulatan dan perdebatan antara anggota jamaah dan kerabat mereka dalam rangka mempertahankan aqidah Islamiyah. Namun pada sisi lain saya merasa cemas sekali jika mendengar ada suatu tempat yang belum terjamah sama sekali oleh anggota jamaah sampai sekarang.

Yang perlu diperhatikan disini adalah seseorang jangan melakukan pertentangan atau jihad kecuali membekali diri dengan logika, seperti halnya dokter saat memeriksa pasiennya, karena pada hakikatnya seorang dokter tidak mengobati sipasien namun mengobati apa yang dalam dirinya, dengan segala daya dia memberikan nasehat dan motivasi, sehingga saat si dokter memberikan obat yang pahit sekalipun atau melakukan operasi pada bagian anggota badannya, maka pasien akan menerimanya dengan senang hati. Begitulah hendaknya para aktivis da’wah dalam mengarahkan saudaranya yang sedang terbuai kelalaian dan kesesatan menuju jalan yang lurus dan hidayah, mereka tidak merasa bahwa kalian menggurui mereka sehingga tidak timbul sikap permusuhan dari mereka. Sesungguhnya da’wah ini tidak akan tegak -sebagaimana yang telah saya utarakan dengan singkat dalam seminar sebelumnya- dengan perdebatan, baik lisan maupun tulisan, walaupun yang demikian merupakan hal mendasar dalam da’wah, namun jalan terbaik dan mulia adalah dengan menampakkan diri menjadi tauladan. Jika mereka memandang dan mengenal kalian dari kemuliaan perjalanan hidup, kesucian akhlak, dan memiliki semangat juang dijalan Allah, merekapun akan mudah menuruti perkataan dan ucapan kalian, tentunya hal tersebut merupakan cerminan dari sifat Rasulullah saw sebagaimana beliau pernah bersabda tentang karakteristik orang beriman: “Jika dipandang mereka selalu berdzikir kepada Allah “.

Saya tidak menyeru kalian untuk merubah diri kalian dengan serta merta, karena yang demikian tidak akan mudah kecuali dengan bertahap. Saat kalian ingin memerangi lingkungan dekat, berjuang dan berkorban demi mencapai tujuan, maka cara pengorbanan yang dilakukan secara tidak langsung akan membentuk pribadi baik, dan pada saatnya nanti akan menjadi suri tauladan yang baik dalam da’wah.

Hendaknya kalian mengiringinya dengan mempelajari al-Quran dan sunnah dalam da’wah dengan penuh keseriusan dan kejelian hingga dapat memahami cara yang tepat mencari jalan hidup yang diinginkan Islam dan tipe macam apa yang dicintai Allah SWT atau yang diidamkan oleh Rasulullah saw. Sifat, karakteristik dan akhlak apakah yang dituntut Islam kepada para aktivis gerakan Islam hingga mampu mengangkat bendera da’wah dan jihad setelahnya? tentunya diantara banyak proses dalam menyiapkan kelompok yang memiliki kecerdasan dan kesiapan menghadapi perang membutuhkan 15 tahun yang berkesinambungan dalam marhalah tatsqif dan tadrib (pelatihan). Maka hendaknya kalian mempelajari secara rinci periode persiapan ini dan memahami fase-fasenya, sehingga dapat mengetahui sifat yang bagaimana yang diutamakan oleh Rasullullah saw dalam membentuk para pengikutnya sebelum mempersiapkan yang lainnya, mana yang lebih dahulu diutamakan dan mana yang diakhirkan? dan batas amal apakah yang perlu dikembangbangkan? kapan pujian kepada mereka diberikan? Tauladan inilah yang mesti dijadikan sandaran dalam rangka membersihkan diri. Kalaulah bukan karena waktu yang terbatas, saya akan menjelaskan secara detail apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Barangsipa yang cintanya karena Allah, murka karena Allah, memberi karena Allah, dan mencela karena Allah maka telah sempurnalah keimanannya“.

Bahwa manusia tidak akan sempurna keimanannya kecuali ia melandasi segala kecintaan, kemurkaan/kebencian, celaan dan pemberiannya karena Allah SWT semata, tidak ada sedikitpun motivasi dan dorongan serta ambisi pribadi apalagi duniawi yang melekat dalam dirinya. Dalam hadits lain Rsulullah saw bersabda: “Allah memerintahkan kepada saya 9 perkara: takut kepada Allah saat sunyi dan ramai, menegakkan keadilan saat marah dan suka, merasa puas saat miskin dan kaya, menyambung silaturrahim saat terputus, memberi kepada orang yang mengharamkannya kepadaku, memaafkan orang yang mendzalimiku, menjadikan diam sebagai bahan perenungan, lidah sebagai dzikir, dan pandangan sebagai ibrah (pelajaran)”. Setelah itu beliau melanjutkan: “Dan memerintahkan kapada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar”. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan “wasatan” adalah jika memfokuskan diri kepada melakukan amar am’ruf nahi mungkar, wajib bagi setiap individu memiliki sifat demikian, karenanya tidak akan mungkin terlaksana da’wah ini kecuali dengan merealisasikan tuntutan yang urgen ini.

KEDUA:
SIFAT-SIFAT KOLEKTIF

Setelah membahas sifat-sifat personal, kita membutuhkan bagian lain yaitu sifat-sifat kolektif sebagai penopang pembangunan kehidupan bersama dan melakukan konsolidasi sistem gerakan serta menambah kekokohan jamaah agar terjalin sesama anggota saling cinta, gotong royong dan tolong menolong, saling memberi nasehat dan wasiat pada kebaikan dan kesabaran serta bersama-sama melaju dalam jalan da’wah.

Sifat-sifat ini juga dibutuhkan oleh jamaah lainnya dimuka bumi ini karena jika tidak, akan terjadi diantara mereka saling mengedepankan kepentingan pribadi sehingga tidak memiliki hubungan yang erat dan pada akhirnya mereka tidak mampu melawan kebatilan dan memberantasnya. Saya tidak memungkiri kebenaran yang ada dalam tubuh umat sifat yang mulia dan akhlak yang terpuji, namun yang sangat disayangkan adanya keinginan menonjolkan sifat individualnya karena jika yang demikian masih melekat dalam tubuh suatu jamaah maka akan sulit menolak tantangan yang lebih besar, kecuali hanya berkisar kepada perbaikan pribadi.

Misi yang harus dilakukan setelah memperbaiki diri, perjalanan hidup setiap anggota adalah bertawakkal (menyerahkan segala urusannya) kepada Allah sehingga menghasilkan keharuman citra dan sejarah yang mulia dan diirngi dengan kesempurnaan amal jama’i (kolektif). Bahwa akrobat, sekalipun ia berani, kuat dan mampu mengangkat beban yang berat dan dapat melawan beberapa orang dalam satu pertandingan, namun ia tidak akan mampu menandingi sekelompok tentara yang tertata rapi. Demikianlah banyak diantara kita yang terpecah-pecah dalam mensosialisasikan kebajikan namun tidak memiliki ikatan hati dan ukhuwah, ibaratnya mereka seperti pemain akrobat yang tidak mau bekerja sama dengan kelompoknya secara teratur namun ia mau menghadapi musuh yang bersatu dalam barisan yang rapi. Kebaikan individu umat islam, kepribadian yang baik dan terpuji, baik ketinggian akhlak dan perjalanan hidup yang suci adalah merupakan keniscayaan, namun kami akan merasa tenang dan tentram jika hal tersebut diiringi dengan kebaikan kolektif.

Al-Quran telah menjelaskan permasalahan ini dalam beberapa ayat-ayatnya, sebagaiman telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw secara gamblang pada sekian banyak sabdanya. Jika kita mau menelaah Al-Quran dan sirah Rasulullah saw dan sejarah para sahabat -semoga Allah melimpahkan ridla-Nya kepada mereka- akan kita dapati suri tauladan yang baik yang tidak terhitung jumlahnya tentang akhlak kolektif yang menakjubkan, karena itu kalian hendaknya menelaah kembali kitab-kitab yang berkenaan dengannya secara teliti dan cermat hingga melahirkan pertanyaan: apa dan dari segi mana kekurangan akhlak tersebut, kemudian apa kiat-kiat untuk mengetahui akhlak tersebut.
Fenomena yang dapat dilihat dari kehidupan kita adalah bahwa setiap individu tidak bisa hidup dalam kesendirian tapi mesti berinteraksi dengan orang lain, jika ada dalam setiap individu memiliki sifat berbaik sangka, sikap terpuji, akhlak mulia, itsar, dan berkorban, maka perbedaan karakter tidak akan menjadi penghalang dalam membangun kebersamaan diantara mereka, karana suatu jamaah tidak akan dapat terbentuk kecuali berdiri diatas prinsip ; membuang buruk sangka terhadap orang lain, sebagaimana ia mampu membuang buruk sangka yang ada dalam jiwanya sendiri. Jika tidak dapat menemui sifat itsar dan berkorban dalam jiwa kalian, maka janganlah berfikir mampu akan melakukan revolusi (perubahan) dalam kehidupan sosial.

KETIGA:

Sifat yang mesti dimiliki dalam rangka meningkatkan kualitas da’wah dan jihad fi sabilillah.

1. MUJAHADAH DI JALAN ALLAH

Adapun sifat ketiga adalah mujahadah (bersungguh-sungguh) dalam barjuang di jalan Allah SWT, hal ini telah disebutkan dalam Al-Quran dan sunnah Rasul secara detail dan terperinci. Pertanyaannya adalah: Bagaimana dan tingkatan mana yang harus diaplikasikan lebih dahulu? untuk menjawabnya kita harus mencermati sesuatu yang tersirat dalam Al-Quran dan sunnah, baik dari segi hukum dan pendidikan, dan meneliti kembali dari segi mana yang dapat kita jadikan senjata untuk berperang dijalan Allah SWT? dari sini secara singkat saya akan jelaskan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh setiap aktivis dalam bermujahadah di jalan Allah SWT.

2. SABAR

Sabar merupakan konsekwensi dari sifat pertama.

Sifat ini bukan hanya merupakan salah salah konsekwensi logis yang harus diterapkan dalam bermujahadah di jalan Allah, namun juga merupakan bagian dari sifat dalam segala hal, perbedaannya adalah ; bahwa dalam mujahadah di jalan Allah (jihad) membutuhkan kesabaran yang begitu kuat sehingga tidak mudah lentur dan lemah keimanannya, sedang jihad dalam arti bekerja dan berusaha juga membutuhkan kesabaran namun dalam ukuran yang berbeda.

Sabar dalam jihad dijalan Allah memiliki berbagai macam cara: diantaranya adalah kehati-hatian dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu kegiatan, atau step by step (selangkah demi langkah). Selain itu adalah al-istiqamah dan gigih dalam beramal sehingga tidak mudah futur saat menjumpai kesulitan, ujian dan rintangan. Atau juga tidak mudah berputus asa, jauh dari sifat al-wahn (cinta dunia dan takut mati) walaupun tanda-tanda keberhasilan yang diharapkan belum tampak jelas tapi terus bekerja walau dalam keadaan bagaimanapun. Adapaun ciri lainnya ; tidak mudah goyah saat berhadapan dengan bahaya, kesulitan, rintangan yang akan mengancam jiwanya. Tidak mudah kehilangan keseimbangan walau dalam keadaan yang sangat kritis dan genting, baik yang menyangkut dengan gejolak hati. Tidak gegabah. Tidak hanya mengandalkan perasaan sebelum mengerahkan nalar dan penelitian (cek dan ricek) terlebih dahulu. Dan selalu melakuakn kegiatannya dengan penuh ketenangan, kecermatan akal, ketegaran dan kegigihan.

Perlu diketahui bahwa kalian tidak hanya diperintahkan untuk bersabar saja namun juga deperintahkan untuk mengokohkan dan meneguhkan kesabaran tersebut didalam lubuk hati kalian. Menghadapi kekuatan musuh yang mamiliki persenjataan lengkap harus dengan senjata yang lebih unggul dari mereka, sehingga dapat dengan mudah menghancurkan dan menundukkan mereka, Allah SWT berfirman: “dan kuatkanlah kesabaran kalian“ setelah sebelumnya diperintahkan: “wahai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian”.

Sesungguhnya saat berperang dengan mereka guna meninggikan bendera kebenaran harus diimbangi dengan kesabaran, karena kalian mungkin tidak dapat menemui diri kalian yang layak dengan asumsi bahwa mempersenjatai diri dengan sepuluh macam kesabaran sudah cukup. Bacalah sejarah peristiwa perang dunia kedua, bagaimana kesabaran yang ditampakkan oleh bangsa Jerman, Jepang dan Amerika dalam menegakkan kebatilan, mereka menghancurkan pusat laboratorium, pabrik-pabrik, rumah-rumah dan terminal-terminal dengan tangan mereka sendiri, padahal dengan susah payah mereka membangunnya dan memakan waktu yang begitu lama. Jika memang harus terjadi peperangan, kenapa harus tega membantai manusia dengan tank-tank yang dikendarai prajurit yang kekar diatas roda-roda yang terbuat dari besi yang kuat? Kenapa mereka begitu sabar dan istiqamah melakukan penyerangan dengan pesawat tempur, padahal mereka juga terancam kematian? selama kesabaran tidak mencapai 105 % dibanding kesabaran mereka, kita tidak akan mungkin bisa melawan dan mengalahkan mereka.

Selama dari segi kekuatan dan jumlah kita tidak diperhitungkan oleh mereka, maka kalian tidak boleh merasa rendah diri namun tanamkanlah kekuatan diri dan jiwa dengan kesabaran, tsabat (keteguhan hati), dan istiqamah.

3. ITSAR

Memiliki sifat itsar (mendahulukan kebutuhan/kepentingan orang lain) dan jiwa berkorban; baik terhadap waktu, tenaga, fikiran dan masa depan, dan berkorban terhadap cita-cita dan harapan.

Selama kita masih terus dianggap terbelakang dibandingkan dengan kekuatan mereka dan untuk melengkapi kekurangan -dari segi senjata dan personil- untuk mengalahkan mereka agak sulit dan membutuhkan waktu lama, maka kita harus memiliki keunggulan lain; jiwa berkorban dan itsar (mementingkan hajat orang lain). Namun yang membuat hati saya sedih dan meneteskan air mata; ada diantara kita yang sudi menjual diri mereka kepada musuh-musuh Allah hanya karena ingin mendapatkan harta yang sedikit.

Hal tersebut merupakan fenomena yang dapat menghilangkan gairah umat untuk berjuang sehingga tidak ada lagi harapan yang ingin di capai. Ada diantara mereka yang berat mengorbankan diri untuk berkhidmah kepada agama Allah walau dengan imbalan yang minim. Jika diantara kita tidak ada yang mau berkorban dan tidak berusaha memompa diri dalam berjihad dijalan Allah, maka bagaimana mungkin sebuah gerakan Islam akan maju dan berkembang ditengah arus globalisasi yang kian gencar ini. Padahal tidak ada suatu gerakanpun didunia ini yang bisa maju dan berkembang jika hanya bergantung kepada personilnya, hanya mengandalkan kekuatan tangan dan kaki saja. Karena keduanya tidak akan mungkin memberikan manfaat jika tidak diiringi dengan hati yang bersih dan akal yang cerdas. Dengan kata lain kami membutuhkan pemimpin dan jendral yang berilyan agar dapat dimanfaatkan dalam da’wah … namun ironisnya; mereka yang memiliki potensi ideologi dan kecerdasan akal, memiliki kecerdasan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup di dunia, gigih dalam bekerja siang dan malam dan memiliki prestise yang tinggi, namun tidak memiliki perhatian terhadap da’wah, apalagi mereka tidak mau mengorbankan karirnya maka akan sulit mewujudkan impian dan harapan guna membangun Islam dan bangkit dari keterpurukan.

Jika kalian tetap mengharapkan kepada mereka yang kering akan jiwa berkorbannya guna memenangkan peperangan kepada mereka yang suka berbuat kerusakan dimuka bumi ini, yang gencar menginfakkan harta mereka demi menegakkan kebatilan, maka tidak ada yang dapat kalian raih dan capai kecuali hanyalah kehinaan belaka.

4. SEMANGAT DALAM MENGGAPAI CITA-CITA

Jika ada yang memahami misi gerakan ini hanya sekedar pemberian jaminan kehidupan yang tentram sementara tidak ada dalam dirinya tanggung jawab untuk menyebarkannya, maka pada hakikatnya pemahaman tersebut tidak akan memberikan kontribusi positif dalam gerakan da’wah ini, ibaratnya tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan rasa lapar.

Sesungguhnya kewajiban kita semua adalah memiliki hati yang bergelora dan menyala yang bisa disumbangkan demi kemaslahatan da’wah. Paling tidak harus ada dalam diri kita jiwa semangat memajukan da’wah ini. Jika anak anda sakit, maka jangan dibiarkan begitu saja, tapi bawalah ia ke dokter. Saat anda tidak menemui solusi akan kebejatan moral anak anda dan membuat kekhawatiran yang mendalam sehingga mendorong anda untuk berusaha dan bekerja keras untuk memperbaikinya, maka lakukanlah sesegera mungkin.

Kita harus memiliki perasaan yang jujur dalam setiap keadaan guna mencapai misi ini, bersikap tenang, ikhlas dan bersih dari keinginan duniawi, dan selalu berkeinginan untuk meningkatkan kesungguhan, sehingga urusan pribadi dan keluarga dinomor duakan, bahkan tidak menolehnya kecuali dengan sikap pasif. Kita tidak melakukan usaha untuk urusan pribadi saja kecuali hanya sedikit waktu atau tenaga yang dialokasikan, sehingga pekerjaan yang kita lakukan tidak hanya tertuju pada kesenangan hidup duniawi saja. Perasaan ini jika tidak bersumber dari lubuk hati yang murni, dan diiringi dengan ruh dan jiwa bergelora, maka akan sulit memberikan kewibawaan terhadap perkataan yang kita ucapkan. Apakah kalian tidak melihat, mayoritas manusia yang mendukung dan memberikan motivasi melalui opini yang mereka sampaikan, namun sedikit diantara mereka yang mau berpartisipasi dalam gerakan ini dan berkorban dengan harta dan jiwa mereka.

Kalau saja pada tiap diri kita memiliki pemikiran yang demikian, dan berusaha mengevaluasi apakah kita termasuk anggota jamaah ini dalam bentuk ideologi saja atau secara keseluruhan, atau ada dalam jiwa ini keinginan yang bergelora untuk merealisasikan misi da’wah dan berusaha semampunya membentuk perasaan ini dalam jiwa walaupun tidak memiliki hubungan yang erat dengan da’wah? padahal sejatinya, jika hati manusia memiliki ikatan yang erat dengan misi da’wah, maka ia mesti membutuhkan motivasi dan mobilisasi dari pihak lain, karena merupakan hal yang mustahil, adanya kekuatan di pusat namun dicabangnya ada kelemahan dan kelalaian dalam tugas menyebarkan da’wah sehingga penyakit incapabiliti dan paralizati terjangkit, hanya bisa memberikan solusi dengan memindahkan sebagian anggotanya dari suatu tempat ketempat lainnya atau menonaktifkannya dari da’wah.

Jika ada diantara kalian anaknya sakit, janganlah kalian serahkan hidup dan mati anak itu kepada orang lain, jangan anda tinggalkan begitu saja dengan alasan tidak ada yang mampu menyembuhkannya, tidak ada yang memberikannya obat atau tidak ada dokter. Jika kalian tidak menemukan orang yang mampu menngobatinya maka hendaknya kalian melakukannya sendiri, karena anda lebih berhak daripada orang lain. Tidak mustahil ada orang yang memiliki perhatian terhadap anak orang lain dan berusaha ingin mencampuri urusannya, namun sangat tidak mungkin ada orang yang tega menutup matanya terhadap urusan anaknya sendiri dan tidak mau berusaha mengobati anaknya jika jatuh sakit.

Demikian juga hubungan kalian dengan da’wah ini yang bersumber dari lubuk hati kalian, bagaimana mungkin kalian rela acuh terhadap da’wah ini, sibuk dengan urusan lain, sebagaimana tidak mungkin jika kalian hanya bersantai dan duduk-duduk dirumah, sibuk dengan pekerjaan pribadi, dengan alasan tidak ada yang membantu dalam meningkatkan ruhiyah atau menegurnya jika melakukan kesalahan. Jika hal ini tidak menunjukkan sesuatu pada diri kalian kecuali karena lemahnya hubungan diri kalian dengan Allah dan kurangnya semangat berkorban untuk meninggikan kalimat Allah dimuka bumi.

Jika saja hubungan kalian dengan Allah sangat kuat, maka tentu kalian akan melupakan diri kalian sendiri, tidak akan takut terhadap kematian dan kehidupan yang penuh hambatan. Maka perkenankan kepada saya mengatakan sesuatu ; jika kalian melangkahkan kaki dalam da’wah ini dengan hati yang dingin, maka pasti kalian akan menemui kegagalan yang dahsyat, kegagalan yang tidak akan memancarkan keberanian para generasi selanjutnya untuk bergelut dalam gerakan da’wah hingga masa yang panjang. Hendaknya kalian memperlihatkan ketegaran hati dan akhlak terpuji sebelum memikirkan langkah berikutnya yang begitu besar, menyiapkan diri dengan keberanian dan kegigihan serta siap menghadapi bahaya yang siap menghadang dalam berjihad dijalan Allah SWT.

5. BERKESINAMBUNGAN DAN TERATUR

Hendaknya kaian membiasakan diri dalam melakukan kegiatan yang berkesinambungan dan teratur. Sungguh umat Islam sebelum kalian telah mengaplikasikan hal itu, dengan melakukan perbuatan yang mudah dan tidak melangkah kecuali jelas maksud dan tujuannya. Walaupun pekerjaan yang mereka lakukan sebelumnya termasuk sia-sia seperti debu yang berterbangan. Hendaknya kalian merubah kebiasaan kalian dan melatih diri kalian dengan pekerjaan yang tetap, memiliki prospek dan hasil dalam jangka panjang dengan teratur dan rapi. Karena setiap perbuatan walaupun nilainya rendah dalam pandangan kalian namun memiliki nilai yang strategis, hendaknya kalian melakukannya dengan itqan (propesional dan proporsional) tanpa menunggu hasil dengan tergesa-gesa, tanpa mengharapkan pujian dan ucapan terimakasih dari orang lain atas kerja keras kalian.

Karena medan jihad tidak hanya satu periode dan setiap prajurit dalam berperang tidak semuanya maju kebarisan depan, namun dalam bahasa jihad perang hanya sekali dan karenanya membutuhkan persiapan yang matang dan waktu yang panjang, jika ada beberapa ribu pasukan sedang berperang menghadapi musuh dibarisan terdepan, maka harus ada barisan dibalakang sepuluh ribu pasukan lain yang berdiri dan sibuk menyiapkan kebutuhan perang, walaupun pada kenyataanya nilai tidak sebanding dengan orang yang terjun langsung dalam perang.

Semoga kita semua menjadi aktivis dakwah yang mau memiliki sifat-sifat tersebut diatas sehingga mampu mengemban amanah dakwah secara maksimal dan mampu melakukan perbaikan di tengah masyarakat yang sedang dilanda sakit.

Allahu Akbar Walillahilhamdu…

Sumber : http://www.al-ikhwan.net/sifat-sifat-aktivis-dawah-227/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar